Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label ISLAMI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ISLAMI. Tampilkan semua postingan

Jumat, 23 Januari 2015

10 pelebur dosa


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
Dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah menunjukkan bahwa ada sekitar sepuluh pelebur dosa, (rinciannya sebagai berikut):
Pertama: Taubat.
Hal ini disepakati oleh kaum muslimin. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53)
Allah Ta’ala juga berfirman,
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?” (QS. At Taubah: 104)
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ
“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan.” (QS. Asy Syura: 25). Dan masih banyak ayat-ayat lainnya semisal ini yang menunjukkan bahwa taubat akan melebur dosa.
Kedua: Istighfar (Mohon ampunan pada Allah).
Sebagaimana terdapat dalam hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذَا أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ : أَيْ رَبِّ أَذْنَبْت ذَنْبًا فَاغْفِرْ لِي فَقَالَ : عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ قَدْ غَفَرْت لِعَبْدِي ثُمَّ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ أَيْ رَبِّ أَذْنَبْت ذَنْبًا آخَرَ . فَاغْفِرْهُ لِي فَقَالَ رَبُّهُ : عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ قَدْ غَفَرْت لِعَبْدِي فَلْيَفْعَلْ مَا شَاءَ قَالَ ذَلِكَ : فِي الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ
“Jika seorang hamba berbuat dosa, lalu ia berkata: Wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa, ampunilah aku. Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menhukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku.” Kemudian ia berbuat dosa lainnya, lantas ia pun mengatakan pada Rabbnya, “Wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa lainnya, ampunilah aku.” Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menhukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku. Lakukanlah sesukamu (maksudnya: selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu, pen).” Kemudian ia pun melakukan dosa lain yang ketiga atau keempat.”[1]
Dalam shahih Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمِ يُذْنِبُونَ ثُمَّ يَسْتَغْفِرُونَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ
“Seandainya kamu sekalian tidak berbuat dosa sama sekali, niscaya Allah akan memusnahkan kalian. Setelah itu, Allah akan mengganti kalian dengan umat yang pernah berdosa. Kemudian mereka akan memohon ampunan kepada Allah (beristighfar) dan Allah pun pasti akan mengampuni mereka.”[2]
Dapat kita katakan bahwa sebagai pelebur dosa ialah istighfar (mohon ampunan pada Allah) disertai dengan taubat. Hal ini sebagaimana dapat dilihat pada hadits,
مَا أَصَرَّ مَنْ اسْتَغْفَرَ وَإِنْ عَادَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Bukanlah orang yang terus berbuat dosa orang yang meminta ampunan (beristighfar) walaupun ia kembali melakukan dosa dalam sehari sebanyak seratus kali.”[3]
Sebagian ulama mengatakan bahwa istighfar tanpa taubat pun dapat melebur dosa. Penjelasan lebih jauh tentang hal ini diulas di tempat lainnya. Karena istigfar yang disertai dengan taubat, itulah yang ada pada orang yang ingin bertaubat. Sedankan istighfar yang tidak disertai dengan taubat, maka ini akan didapati pada sebagian orang yang beristighfar, di mana istighfar mereka di dalamnya terdapat khosyah (rasa takut yang sangat pada Allah), ada pula rasa ingin kembali pada-Nya. Inilah yang dapat menggugurkan dosa-dosanya. Sebagaimana masalah ini dapat kita lihat tentang hadits “bithoqoh”, orang yang memiliki kartu “Laa ilaha illallah”. Kartu tersebut ternyata lebih berat dari dosa-dosanya yang begitu banyak. Ini semua karena ia memiliki shidq (sifat selalu membenarkan) dan ikhlas sehingga menghapuskan dosa-dosa yang ada. Begitu pula dosa seorang pezina yang ia memberikan minuman pada seekor anjing karena di dalam hatinya ada iman.

Selasa, 20 Januari 2015

kata ilmuawan tentang Al-Qur'an

Ini Kata Ilmuwan Tentang Al Quran
Al-Qur'an, kitab suci umat Islam ini memang sungguh mempesona. Selain itu, kitab suci ini juga merupakan kitab suci yang di dalamnya membahas berbagai macam hal tentang kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Membahas sesuatu yang ilmiah, maupaun yang bersifat ghaib. Semua ada di dalam Al-Quran.
Bahkan, saat ini sudah banyak sekali penemuan-penemuan yang baru di ketahui di zaman modern ini namun sebenarnya di dalam Al-Quran segala sesuatunya sudah terdapat semuanya secara lengkap. Bahkan saat ini Al-Quran biasa digunakan sebagai rujukan oleh para ilmuwan untuk mencari tahu tentang sesuatu yang mungkin belum mereka ketahui.
Ini Kata Ilmuwan Tentang Al Quran
Ini membuktikan bahwa Al-Quran adalah satu-satunya kitab suci yang mampu menjadi pedoman manusia dari zaman Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman nanti. Inilah salah satu tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." [QS. Al Baqarah ayat 164]
Ayat di atas membuktikan bahwa tanda-tanda kebesaran Allah itu hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang berfikir. Seperti pengakuan para ilmuwan di bawah ini, mereka mengaku terkesan dengan isi dari kitab suci umat Islam ini. Siapa sajakah mereka? Ini dia:
1. Prof. Yoshihide Kozai
Dalam sebuah pertemuan, ia mengatakan: "Saya sangat terkesan dengan penemuan fakta astronomi sebagaimana tertulis dalam Al Quran. Kami, para astronom hanya baru memahami sebagian kecil saja dari alam semesta ini. Kami telah memusatkan semua perhatian kami hanya pada sebagian kecil itu saja. Karena dengan menggunakan Teleskop, kami hanya baru dapat melihat sebagian kecil dari alam semseta tanpa bisa memahami keseluruhan alam semesta. Dan dengan membaca Quran dan dengan menjawab pertanyaan tersebut, menurut saya, saya dapat menemukan cara di masa depan bagaimana menyelidiki alam semesta."
Dr. TVN Persaud
Ia mengatakan: "Muhammad hanya orang biasa, dia tidak dapat membaca atau menulis, dia seorang yang buta huruf, dan kita berbicara mengenai seseorang yang hidup 1200 atau 1300 tahun yang lalu namun dapat mengeluarkan satu pernyataan tegas mengenai ilmu pengetahuan alam yang secara ajaib ternyata sesuai dengan ilmu pengetahuan. Saya pikir ini tidak mungkin bisa disebut kebetulan, terlalu banyak keakuratan (yang terdapat didalamnya). Jadi, tidak sulit bagi saya menerima bahwa ini adalah semacam ilham yang diterimanya yang membuatnya mampu menyampaikan pernyataan itu.
Prof. William W. Hey
Ia mengatakan: "Menarik sekali bahwa informasi ini telah terdapat dalam kitab kuno seperti Al Quran ini, dan saya tidak tahu darimana hal tersebut berasal. Tapi menurut saya yang sangat menarik adalah bahwa memang hal tersebut ada dalam Al Quran. Dan tugas berikutnya (harus) terus dilakukan untuk mengungkapkan makna dari beberapa ayat lain. Ini pasti ilham dari Yang Maha kuasa.
Ringkasan: Al Quran tidak hanya menyebutkan tentang perkembangan bentuk eksternal, tetapi juga menjelaskan mengenai tahap internal. Tahapan didalam embrio, mengenai penciptaan dan perkembangannya, menjelaskan hal hal yang besar yang diketahui sekarang oleh ilmu pengetahuan.
Prof. E. Marshall Johnson
Ia mengatakan: "Sebagai ilmuwan, saya hanya berurusan dengan sesuatu yang secara spesifik dapat saya lihat. Saya bisa memahami tentang embriologi, tahap perkembangan makhluk hidup, saya dapat memahami tentang kata kata yang diterjemahkan kepada saya yang berasal dari Al Quran.
Sebagaimana saya telah berikan contoh sebelumnya, seandainya saya dapat kembali ke masa itu (zaman Nabi Muhammad), dengan pengetahuan yang saya miliki sekarang, dan saya harus menjelaskan semua itu, saya tetap tidak dapat menjelaskannya. Saya tidak melihat ada bukti yang kuat yang bisa digunakan untuk menyangkal konsep bahwa Muhammad telah mendapatkan informasi ini dari suatu tempat.
Jadi saya melihat bahwa sebuah campur tangan ketuhanan telah menjelaskan hal hal besar yang kemudian diungkap oleh ilmu pengetahuan saat ini. Mengingat bahwa dia (Muhammad saw) adalah seorang yang buta huruf.
Dalam beberapa ayat Al Quran, tercantum penggambaran yang jelas mengenai perkembangan manusia sejak masa tercampurnya Gamet melalui proses organogenesis.
Tidak ada catatan yang lengkap dan jelas tentang perkembangan manusia, seperti klasifikasi, istilah dan penggambarannya, yang ada sebelum ini. Secara keseluruhannya, penggambaran ini mendahului beberapa abad dalam hal penggambaran mengenai berbagai tahap embrio manusia dan perkembangan janin yang terdapat dalam literatur ilmiah yang ada."
Prof. Keith L. Moore
Ia mengatakan: "Adalah suatu kebahagiaan bagi saya untuk membantu mengklarifikasi pernyataan Quran tentang tahap perkembangan manusia. Jelas bagi saya bahwa pernyataan Al Quran ini telah diterima Muhammad dari Tuhan atau Allah. Karena semua hal ini tidak terungkapkan hingga berabad abad kemudian. Hal ini membuktikan kepada saya bahwa Muhammad pasti seorang Rasul atau Utusan Tuhan atau Allah."
Prof. Joe Leigh Simpson
Ia mengatakan: "Oleh karena itu, menurut saya bukan hanya tidak adanya konflik dalam ilmu genetik dengan agama. Tapi sebenarnya, agama dapat membimbing sains dengan memasukkan unsur Wahyu dalam pendekatan ilmu pengetahuan sekarang ini. Ada pernyataan dalam Quran yang beberapa abad kemudian terbukti benar. Yang mana hal tersebut memperkuat fakta bahwa pengetahuan dalam Al Quran berasal dari Tuhan.
Prof. Alfred Kröner
Ia mengatakan bahwa: "Dengan mempertimbangkan pertanyaan itu dan dengan mempertimbangkan bahwa Muhammad adalah seorang beddouin (suku badui padang pasir) menurut saya adalah tidak mungkin bahwa dia mengetahui asal mula alam semesta. Karena para ilmuwan baru beberapa tahun ini saja mengetahui hal ini dengan semua peralatan canggih dan metode yang rumit. Dalam hal ini, seseorang yang tidak memiliki pengetahuan mengenai fisika nuklir 1400 tahun yang lalu, tidak mungkin hanya dengan kemampuan pikirannya saja menyatakan bahwa langit dan bumi memiliki asal mula yang sama atau berbagai jawaban atas pertanyaan pertanyaan yang kita diskusikan disini."
Prof. Tejataj Tejasen dari Thailand bahkan dalam pertemuan itu menyatakan masuk Islam dan mengucapkan dua kalimah syahadat setelah mempelajari ayat-ayat Al Quran dan bagaimana ayat-ayat itu berkesesuaian dengan sains.
Dari study yang saya lakukan dan apa yang saya telah ketahui dari konferensi ini adalah, saya percaya bahwa semua yang dituliskan dalam Al Quran 1400 tahun yang lalu adalah sebuah kebenaran. Nabi ini, Muhammad tidak dapat membaca dan menulis. Muhammad pastilah seorang Rasul Tuhan.
Apa yang diterimanya pastilah berasal dari Sang Maha Pencipta yang Maha Tahu. Oleh karena itu, menurut saya ini adalah saat yang tepat buat saya untuk mengatakan La Illaha Illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah), Muhammad Rasullullah (Muhammad adalah Rasul Allah). Hal yang paling berharga yang saya dapatkan dari menghadiri pertemuan ini adalah "La Illaha Ilallah", dan saya menjadi seorang Muslim.

Selasa, 13 Januari 2015

Dzikir setelat shalat

Dzikir Setelah Shalat.

Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Dzikir akan menguatkan seorang muslim dalam ibadah, hati akan terasa tenang dan mudah mendapatkan pertolongan Allah. Dzikir setelah shalat adalah di antara dzikir yang mesti kita amalkan. Seusai shalat tidak langsung bubar, namun hendaknya kita merutinkan beristighfar dan bacaan dzikir lainnya.

[1]

أَسْتَغْفِرُ اللهَ (3x) اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ.

Astaghfirullah (3x). Allahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikrom.

“Aku minta ampun kepada Allah,” (3x). Lantas membaca: “Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan dariMu keselamatan, Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.”[1]

[2]

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ، اَللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ.

Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir. Allahumma laa maani’a lima a’thoita wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfau dzal jaddi minkal jaddu.

“Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal shalihnya yang menyelamatkan dari siksaan). Hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan.” [2]

[3]

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ.

Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir. Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Laa ilaha illallah wa laa na’budu illa iyyah. Lahun ni’mah wa lahul fadhl wa lahuts tsanaaul hasan. Laa ilaha illallah mukhlishiina lahud diin wa law karihal kaafiruun.

“Tiada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan pujaan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah. Tiada Rabb (yang hak disembah) kecuali Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepadaNya. Bagi-Nya nikmat, anugerah dan pujaan yang baik. Tiada Rabb (yang hak disembah) kecuali Allah, dengan memurnikan ibadah kepadaNya, sekalipun orang-orang kafir sama benci.”[3]

[4]

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَاللهُ أَكْبَرُ (33 ×) لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ.

Subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar (33 x). Laa ilaha illallah wahda, laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.

“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, dan Allah Maha Besar (33 x). Tidak ada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan. BagiNya pujaan. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.”[4]

[5]

Membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas setiap selesai shalat (fardhu).[5]

[6]

Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat (fardhu).[6]

[7]

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. 10× بعد صلاة المغرب والصبح

Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumiit wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir .

“Tiada Rabb yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan, bagi-Nya segala puja. Dia-lah yang menghidupkan (orang yang sudah mati atau memberi roh janin yang akan dilahirkan) dan yang mematikan. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Dibaca 10 x setiap sesudah shalat Maghrib dan Subuh)[7]

[8]

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً.

Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’a, wa rizqon thoyyiba, wa ‘amalan mutaqobbala.

“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal dan amal yang diterima.” (Dibaca setelah salam shalat Shubuh).[8]

Sabtu, 20 Desember 2014

Profesor Maurice Buclaille Temukan bukti ilmiah di Qur'an, terdapat kandungan garam di dalam tubuh mumi firaun tapi bagaimana bisa tubuh itu tetap utuh sampei sekarang


Profesor Maurice Bucaille menemukan kandungan garam di tubuh mumi firaun. Ternyata jawabannya hanya ada di Alquran. Pencetus Aliran Bucaillism yang digandrungi ilmuwan muslim .

          Karpet merah menjuntai di depan mulut pintu pesawat yang baru mendarat dari penerbangan Mesir. Puluhan orang dengan stelan jas berbaris rapi, menjemput. Raut muka mereka penasaran. Sebentar kepala mereka menengadah, menatap sebuah peti mati tertutup kaca yang perlahan diturunkan melalui tangga pesawat.

Sesaat peti sampai di landasan, seorang pria paruh baya melangkah mendekat. Dia adalah Presiden Perancis, Francois Mitterrand. Di depan peti dia mencondongkan badan ke depan, membungkuk memberi hormat. Spontan orang-orang yang ada di sekelilingnya mengikuti. Tidak terkecuali para menteri dan pejabat senior.

Suasana mendadak hening. Tersihir sosok di dalam peti yang begitu tersohor. Jenazah orang paling tiran yang pernah dicatat dalam semua kitab suci agama samawi : Raja Mesir, Firaun. Dia memang sudah tak bernyawa. Tapi tubuhnya masih tetap utuh.

Upacara penyambutan usai. Buru-buru Sang Firuan diangkut ke Monument Center, di jantung kota Paris. Di sana ia bakal dipertemukan para arkeolog, ahli bedah, dan ahli anatomi kelas wahid.

Kedatangan Firaun ke Perancis itu merupakan bagian dari cita-cita negeri itu untuk mendalami arkeologi dan budaya kuno dunia. Selain itu mereka berjanji dengan teknologi mutakhir, akan merestorasi mumi agar tetap awet. Perancis meminta Mesir ‘meminjamkan’ mumi Firaun untuk membuktikannya.

Permintaan itu diluluskan. Realisasinya, menerbangkan jenazah Firaun ke Perancis pada 1981.

****

Kedatangan mumi Firaun merupakan harta karun terbesar bagi ilmu pengetahuan. Salah satu pimpinan proyek penelitian itu adalah Profesor Maurice Bucaille. Reputasi Bucaille menempatkan dia menjabat kepala klinik bedah di Universitas Paris.

Restorasi dimulai di ruangan khusus Monument Center, hingga larut malam. Tangan Bucaille sesekali bergetar saat pisau bedah mengiris tubuh Firaun. Pria kelahiran 19 Juli 1920 ini bekerja sangat hati-hati.

Lelah tiada berarti dibandingkan rasa ingin tahu yang menumpuk. Menjelang subuh, Maurice terkejut. Tim itu mendapati sisa-sisa garam dalam jumlah cukup banyak yang terjebak pada tubuh mumi. Terjawab sudah. Ini bukti Firaun yang sedang mereka bedah, pastinya meninggal karena tenggelam di laut. Namun bagaimana mayatnya bisa ditemukan dan utuh hingga hari ini.

Melihat fakta dan usia mumi, para ahli menyimpulkan firaun yang sedang mereka teliti adalah firaun yang hidup di masa Nabi Musa. Dia pastinya Firaun Merneptah anak dari Firaun Ramses II.

Merneptah adalah firaun yang mengejar-ngejar Nabi Musa hingga ke Laut Merah dan mati tenggelam di laut tersebut. Sementara Ramses II adalah firaun yang hidup persis sebelumnya, kedua-duanya hidup pada masa Nabi Musa.

Pertanyaan besar yang masih memenuhi kepala Bucaille : Bagaimana tubuh yang tenggelam dan mati di laut bisa terselamatkan dan utuh hingga hari ini ? Memang banyak firaun yang melalui proses mumisasi. Tetapi firaun yang satu ini dengan kandungan garam di tubuhnya, pasti sudah mati terlebih dahulu di laut. Sehingga proses pengawetan tentu tak bisa disamakan dengan firaun yang lain.

Saat Bucaille sibuk mencari jawaban, koleganya memberitahu bahwa kejadian itu sudah dijelaskan dalam Kitab Suci Alquran. Disana disebutkan, Firaun ini memang mati tenggelam, tetapi tubuh itu akan tetap utuh meskipun ia telah tenggelam.

Mualaf (2): Profesor Perancis Temui Bukti Ilmiah di Quran

Mumi Firaun. Sumber: www.val3ntz.blogspot.com

Maurice masih meragukan pendapat koleganya. Sebagai ilmuwan dia mencari jawaban logis atas pertanyaan besar yang masih menganggunya. Nabi Muhammad mengajarkan Islam dan Alquran pada abad ke 6 Masehi. Sementara mumi pertama kali baru ditemukan keberadaannya abad 19, tepatnya tahun 1898.

"Bisakah dipercaya Muhammad tahu tentang ini lebih dari 1.000 tahun sebelumnya, sementara ilmu pengetahuan modern baru saja mengetahuinya?" pikir Maurice. Kepala Maurice terus dipenuhi berbagai pertanyaan dan keheranan.

****

Selang beberapa bulan berlalu, para ahli anatomi muslim mengadakan konferensi di Saudi Arabia. Bucaille pun langsung terbang ke Saudi untuk hadir di acara tersebut. Dia berharap akan menemukan jawaban yang meyakinkan tentang misteri mumi menurut Islam.

Kehadiran Bucaille tentu sangat berarti bagi para peserta konferensi. Profesor di Universitas Paris itu mendapat kesempatan berbicara hasil penelitiannya tentang mumi firaun. Pada kesempatan itu, kembali Bucaille menyampaikan pertanyaan besar yang belum didapatkan jawabannya.
Salah satu peserta konferensi mencoba menjawab. Dia membuka Alquran dan membacakan Surat Yunus ayat 90 dan 91 yang menceritakan tentang pengejaran Firaun terhadap Nabi Musa dan umatnya.

“Dan Kami selamatkan Bani Israil melintasi laut, kemudian Fir'aun dan bala tentaranya mengikuti mereka, untuk menzalimi dan menindas (mereka). Sehingga ketika Fir'aun hampir tenggelam dia berkata, "Aku percaya bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri”
(QS 10:90)

“Mengapa baru sekarang (kamu beriman), padahal sesungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu, dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan”
(QS 10:91)

Peserta konferensi itu melanjutkan dengan membacakan ayat ke-92 untuk menjawab pertanyaan yang masing mengganggu fikiran Bucaille :

“Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami”
(QS 10:92)

Setelah mendengar penjelasan tersebut, Bucaille berdiri di hadapan para peserta konferensi berkata, “Aku telah masuk Islam dan percaya pada Alquran ini.” Sontak para peserta konferensi menyambut pernyataan itu dengan mengucap syukur.

*****
Kedekatan Bucaille dengan dunia Islam memang sudah lama terjalin. Semua bermula ketika menjadi dokter antara 1945-1982. Saat itu beberapa kali Bucaille diminta merawat Raja Faisal, penguasa Arab Saudi. Sekaligus, Bucaille dipilih menjadi dokter keluarga istana.

Bucaille berkesempatan belajar Bahasa Arab, sehingga dia mulai memahami Alquran secara langsung. Dalam perjalanannya, Bucaille menemukan kesesuaian fakta-fakta ilmiah dengan surat-surat dalam Alquran.

Hasilnya, sebuah buku karyanya diterbitkan dengan judul "The Bible, The Qur’an and Science, The Holy Scriptures Examined In The Light Of Modern Knowledge” (1976). Buku ini menjadi salah satu best seller dunia.

Dalam Islam, ilmu pengetahuan dan agama adalah 'saudara kembar'. Penjelasan di Alquran tentang fenomena alam membuatnya kompatibel dengan ilmu pengetahuan modern. Begitulah catatan Bucaille dalam bukunya.

Buku ini ternyata melahirkan aliran Bucaillism. Sebuah istilah yang digunakan untuk gerakan yang menghubungkan ilmu pengetahuan modern dengan agama, terutama dari Islam. Para pengikutnya, Bucaillists, telah mengkampanyekan ide untuk mencari penjelasan logis dari Alquran yang menunjukkan kesesuaian dengan penemuan-penemuan ilmiah modern.

Ada sebuah peristiwa kecil yang cukup penting. Saat menjadi dokter istana Saudi, Maurice sempat merawat Presiden Mesir, Anwar Sadat. Saat itu Bucaille menyelesaikan buku berjudul, "Origin of Man". Sebuah sanggahan komprehensif terhadap teori-teori evolusi Charles Darwin.
Di buku tersebut, ia menguraikan penjelasan Alquran tentang beberapa pertanyaan yang muncul jauh lebih awal daripada periode ketika pertanyaan itu secara logis dan memuaskan sudah dibuktikan melalui percobaan ilmiah.

Kedekatannya dengan penguasa Mesir ini yang membuat tim peneliti Perancis mendapat kepercayaan untuk ‘meminjam’ mumi Firaun dan melakukan restorasi. Momentum bedah mumi Firaun itulah yang membuat Bucaille tak lagi meragukan kebenaran Islam.

Begitu banyak pelajaran dan ilmu yang sudah diwariskan Bucaille. Profesor ini akhirnya meninggal dunia pada 17 Februari 1998, di usia 77 tahun.

(Sumber; Arab News, Onislam, Wikipedia, Islam Bulletin)

Dosa Ghibah Seperti 30 kali Berzina.

Sebelum Membicarakan Jelek Saudaramu
-DOSA GHIBAH SEPERTI 30 KALI BERZINA-
Assalamualaikum Wr.Wb
Bismillah...
Sobat Muslim, Ghibah adalah menggunjingkan orang lain untuk membicarakan aibnya, kekurangannya, kecacatannya, dan rahasianya. Bila orang yang diperbincangkan mendengar pasti merasa jengkel dan benci. Perbuatan semacam ini merupakan kedzaliman, meskipun yang dibicarakan itu sesuai dengan kenyataan.
Untuk menghindari perbuatan tersebut cobalah dengan menjaga lidah jangan sampai terjebak dalam perbuatan ghibah.
Perhatikan firman Allah berikut :
"Hai orang orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah Maha penerima taubat lagi Maha penyayang."(Surat Al Hujurat :12)
Jelas sudah, bahwa Allah Ta'ala menyerupakan orang yang suka menggunjin saudaranya bagaikan orang yang memakan bangkai. Dan bila kita mau menutupi kecacatan dan keburukan orang lain, maka Allah akan menutupi kecacatan dan keburukan kita, dan sebaliknya jika kita suka membuka keburukan orang lain semasa di dunia, maka Allah akan membuka rahasiamu dan keburukanmu di hadapan para makhluq pada hari kiamat.
Dan ganjaran bagi orang yang ghibah adalah termasuk dosa besar. Karena perbuatan ini sama dengan menjatuhkan kehormatan, mencemarkan nama baik, menginjak inja wibawa orang yg kita gunjing, orang yang melakukan ghibah akan mendapatkan siksa neraka yang tak akan bisa dihindari. Menbicarakan kejelekan orang lain itu lebih keji dari pada 30 kali perbuatan zina.(ketetangan ini bisa sobat muslim cek di kitab Bidayatul Hidayah karya Al Ghazali)
Firman Allah yang artinya :
"Hai orang orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kau yanglain(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita wanita (mengolok-olokkan) wanita wanita lain boleh jadi wanita wanita (yang di perolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar gelar yang buruk."(Surat Al Hujurat : 11)
Untuk itu hiasilah hati kita dengan akhlak yang terpuji, jauhilah prasangka buruk terhadap siapapun, serta hindari menggunjingkan perihal orang lain. Sebab perbuatan ini merupakan tipu daya setan yang akan menjatuhkan kita kfalam lembah kefasikan.
Cepat kita ucapkan istighfar...
Astagfirullah...
Dan jangan lupa untuk selalu memohon ampunan kepada Allah, juga mohon perlindungan-Nya agar diselamatkan dari segala bujuk rayu setan. Aamiin...
Sebarkan catatan kecil ini dengan cara tekan "bagikan" yang mudah mudahan bermanfaat bagi sobat muslim yang lain...
Wassalam...
Kadang kita membicarakan jelek orang lain (ghibah), padahal diri kita sendiri penuh kekurangan. Seharusnya kita pandai bercermin, melihat kekurangan sendiri.
Sebagian wanita yang berjilbab kecil, kadang berkomentar sinis pada ibu berjilbab syar’i, “Idih, jilbab gede ini, kayak teroris saja.”
Sebagian kita lagi membicarakan kelakuan jelek tetangganya, “Itu loh tetangga kita, punya mobil baru lagi, benar-benar tak pernah puas dengan duniia ini,.
Sebelum membicarakan kejelekan saudaramu, coba pikirkan hadits ini.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
يُبْصِرُ أَحَدُكُمْ القَذَاةَ فِي أَعْيُنِ أَخِيْهِ، وَيَنْسَى الجَذْلَ- أَوْ الجَذْعَ – فِي عَيْنِ نَفْسِهِ
“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” (HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no. 592, riwayat yang shahih)
Maksud perkataan sahabat Abu Hurairah di atas adalah sama seperti pepatah dalam bahasa kita “Semut di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak”.
Artinya, aib orang lain sebenarnya kita tidak tahu seluruhnya. Selalu kita katakan mereka jelek, mereka sombong, mereka sok alim, dan cap jelek lainnya. Sedangkan aib kita, kita yang lebih tahu. Kalau aib orang lain kita hanya tahunya “kecil” makanya Abu Hurairah ungkapkan dengan istilah “kotoran kecil di mata”. Namun aib kita, kita yang lebih tahu akan “besarnya”, maka dipakai dalam hadits dengan kata “kayu besar”. Sebenarnya kita yang lebih tahu akan kekurangan kita yang begitu banyak.

Sabtu, 13 Desember 2014

Dosa Syirik Tidak Diampuni


Dosa Syirik Tidak Akan Diampuni .
Yang dianggap masalah besar saat ini adalah jika ada yang melakukan korupsi sampai milyaran rupiah. Jika ada seseorang percaya pada ramalan bintang; meyakini ampuhnya pelet dan jimat; meyakini bahwa jika ingin do’a mudah dikabulkan, maka bertawasullah kepada wali atau pak kyai yang telah, nanti mereka yang menyampaikan do’a pada Allah; hal-hal ini dianggap sebagai perkara biasa dibanding yang penulis ungkapkan di awal. Tidak ada yang takuti, tidak ada yang merasa khawatir. Bahkan banyak yang tidak tahu kalau hal-hal tersebut termasuk syirik. Padahal di sisi Allah, jika dosa syirik tidak ditaubati sebelum mati, maka dosa tersebut tidak akan diampuni. Hal ini beda halnya dengan seseorang melakukan dosa di bawah kesyirikan seperti korupsi, zina dan minum minuman keras.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48).

Dosa Syirik yang Dibawa Mati

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya berkata, “Allah Ta’ala tidak akan mengampuni dosa syirik yaitu ketika seorang hamba bertemu Allah dalam keadaan berbuat syirik.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, terbitan Dar Ibnul Jauzi, 3: 129).

Maksud ayat ini kata Ibnul Jauzi yaitu Allah tidak akan mengampuni pelaku syirik (musyrik) yang ia mati dalam kesyirikan (Lihat Zaadul Masiir, 2: 103). Ini berarti jika sebelum meninggal dunia, ia sudah bertaubat dan menyesali kesyirikan yang ia perbuat, maka ia selamat.

Yang dimaksud dengan “mengampuni” dalam ayat di atas bermakna, Allah akan menutupi dan memaafkan. Jika dikatakan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa syirik berarti Allah tidak akan memaafkan dan menutupi orang yang berbuat syirik pada-Nya. Syirik yang dimaksudkan di sini adalah syirik dalam rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Karena mentauhidkan Allah adalah seutama-utamanya kewajiban. Sehingga jika ada yang berbuat syirik (sebagai lawan dari tauhid), maka Allah tidak akan mengampuninya berbeda dengan perbuatan maksiat lainnya yang berada di bawah syirik atau selain syirik.

Yang termasuk bentuk syirik:

1- Jika ada yang meyakini bahwa penguasa langit adalah Allah dan penguasa bumi adalah selain Allah, atau meyakini bahwa penguasa langit adalah berserikat antara Allah dan makhluk, atau meyakini bahwa Allah itu memiliki penolong dalam penciptaan langit dan bumi, maka ia musyrik. Ini syirik dalam rububiyah.

2- Sujud kepada selain Allah, nadzar kepada selain Allah, menyembelih tumbal pada selain Allah, beribadah hanya untuk cari muka atau pujian (riya’), maka itu termasuk syirik. Riya’ termasuk syirik sebagaimana tekstual hadits. Ini syirik dalam uluhiyah.

3- Meyakini bahwa ada yang semisal Allah dalam nama dan sifat, atau mengatakan bahwa menetapnya Allah di atas ‘Arsy seperti menetapnya makhluk di atas ranjang, atau mengatakan bahwa turunnya Allah ke langit dunia seperti turunnya makhluk, maka ini pun syirik. Demikian keterangan dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam Tafsir Surat An Nisa’, 1: 387 yang penulis sarikan.

Dosa Di Bawah Syirik

Pada firman Allah,

وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. Ayat ini dapat bermakna bahwa Allah mengampuni dosa selain syirik atau di bawah syirik.

Kalau seandainya ayat tersebut ditafsirkan dengan “selain syirik”, maka kufur juhud (karena penentangan), misalnya karena menentang wajibnya shalat tidak termasuk syirik, maka diampuni. Padahal dosa kufur juhud tersebut sejajar syirik. Atau kufur juhud lainnya seperti meyakini bahwa Allah tidak mengutus Rasul Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika ditafsirikan ‘selain syirik’ berarti juga diampuni. Padahal pemahaman ayat tidaklah demikian. Sehingga lebih tepat, kita artikan dengan “di bawah syirik”, makna lengkapnya: “Dan Allah mengampuni segala dosa di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. Ini berarti dosa-dosa yang sejajar syirik seperti kufur juhud sama-sama tidak diampuni jika dibawa mati. Sedangkan dosa di bawah syirik seperti zina, minum khomr, maka masih di bawah masyi’ah yaitu kehendak Allah. Jika Allah menghendaki, maka akan dimaafkan. Jika Allah menghendaki, maka akan disiksa. Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Tafsir Surat An Nisa’, 1: 388-389.

Takutlah pada Syirik

Syaikh ‘Abdurrahman bin Qosim rahimahullah berkata, “Jika seseorang mati dalam keadaan berbuat syirik tidak akan diampuni, maka tentu saja ini menunjukkan bahwa kita mesti sangat khawatir terhadap syirik karena begitu besarnya dosa tersebut di sisi Allah. (Hasyiyah Kitab Tauhid, hal. 48).

Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullah berkata, “Syirik adalah dosa yang amat besar karena Allah sampai mengatakan bahwa Dia tidak akan mengampuninya bagi siapa yang tidak bertaubat dari dosa syirik tersebut. Sedangkan dosa di bawah syirik, maka itu masih di bawah kehendak Allah. Jika Allah kehendaki ketika ia berjumpa dengan Allah, maka bisa diampuni. Jika tidak, maka ia akan disiksa. Jika demikian seharusnya seseorang begitu takut terhadap syirik karena besarnya dosa tersebut di sisi Allah.” (Fathul Majid, hal. 85).

Ayat yang kita kaji berisi ajaran penting, yaitu agar kita waspada terhadap kesyirikan. Namun anehnya saat ini, banyak yang tidak tahu suatu perbuatan itu syirik. Sampai disangka jimat itu sebagai penolong, Pak Kyai-lah yang memberi berkah, do’a lebih baik dengan tawassul melalui wali yang telah mati, sedekah laut itu hanyalah tradisi untuk menghilangkan musibah, semua ini malah disangka sebagai hal biasa dan bukanlah dosa. Ini anehnya, syirik bukan sesuatu yang ditakuti dan dikhawatirkan lagi. Bahkan dosa korupsi dianggap sebagai perkara yang lebih besar bahayanya dibanding dengan berbagai macam klenik, jimat, dan bentuk syirik lainnya. Na’udzu billah min dzalik.

Padahal syirik begitu berbahaya sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat lainnya,

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 88).

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65).

Dalam hadits dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ

“Barangsiapa yang mati dalama keadaan tidak berbuat syirik pada Allah dengan sesuatu apa pun, maka ia akan masuk surga. Barangsiapa yang mati dalam keadaan berbuat syirik pada Allah, maka ia akan masuk neraka” (HR. Muslim no. 93).

Kamis, 11 Desember 2014

Munculnya Ya’juj dan Ma’juj

Di antara tanda akhir zaman dan menunjukkan kejadian besar menjelang kiamat adalah munculnya kaum Ya’juj dan Ma’juj. Kaum ini punya sifat perusak dan jumlahnya amat banyak. Siapakah mereka? Apakah mereka sama-sama manusia keturunan Adam? Kita akan lihat dalam serial pertama tentang mereka.
 

Asal Ya’juj dan Ma’juj
Asal Ya’juj dan Ma’juj adalah manusia, merupakan keturunan Adam.
Ada sebagian ulama mengatakan bahwa Ya’juj dan Ma’juj berasal dari keturunan Adam dan bukan Hawa (istri Adam). Karena Adam dahulu pernah mimpi basah. Lalu maninya bercampur dengan tanah, lantas terciptalah Ya’juj dan Ma’juj. Namun pendapat ini sebenarnya tidak berdalil.

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (13: 107), “Pendapat yang mengatakan bahwa Ya’juj dan Ma’juj merupakan keturunan Adam dan bukan Hawa tidaklah pernah dikatakan oleh seorang salaf pun selain dari Ka’ab Al Ahbar. Sudah terbantahkan dari hadits marfu’ (yang sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang mengatakan bahwa Ya’juj dan Ma’juj adalah dari keturunan Nuh, sedangkan Nuh merupakan keturunan dari Hawa.”

Ya’juj dan Ma’juj merupakan keturunan dari Yafits Abi At Turk. Sedangkan Yafits merupakan keturunan anak Nuh ‘alaihis salam. Lihat An Nihayah, Al Fitan wal Malahim 1: 153.

Dari Abu Sa’id Al Khudri, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

يقول الله تعالى: يا آدم, فيقول: لبيك وسعديك والخير فى يديك. فيقول تعالى: أخرج بعث النار. قال: وما بعث النار؟ قال: من كل ألف تسعمائة وتسعة وتسعين. فعنده يشيب الصغير( وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَاهُم بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللهِ شَدِيدٌ ) قالو: يارسول الله وأينا ذلك الواحد؟ قال: أبشروا فإن منكم رجلا ومن يأجوج ومأجوج ألف.

Allah berfirman, “Wahai Adam. Ia pun menjawab, “Ya, aku memenuhi panggilan-Mu, dan kebaikan ada di tangan-Mu. Allah berfirman, “Keluarkanlah ba’tsun nar!” Ia bertanya, “Apakah ba’tsun nar itu?” Allah berfirman, “Dari setiap 1000 orang, 999 orang sebagai Ba’tsun nar (penghuni neraka). Saat itulah anak kecil menjadi tua. “Dan gugurlah segala kandungan wanita yang hamil dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka sebenarnya tidak mabuk. Akan tetapi azab Allah itu sangat keras“. (QS. Al Hajj: 2)

Mereka bertanya, “Siapakah di antara kami yang termasuk satu orang (yang satu) itu?” Beliau bersabda, “Bergembiralah! Sesungguhnya dari kalian satu orang dan dari Ya`juj dan Ma`juj seribu orang”. (HR. Bukhari no. 6530).

Hadits di atas menunjukkan bahwa Ya’juj dan Ma’juj adalah keturunan Adam, jumlahnya banyak bahkan mereka akan jadi penghuni neraka.

Dalil lainnya yang mendukung adalah,

وَأَخْرَجَ الْحَاكِم وَابْن مَرْدَوَيْهِ مِنْ طَرِيق عَبْد اللَّه بْن عَمْرو ” أَنَّ يَأْجُوج وَمَأْجُوج مِنْ ذُرِّيَّة آدَم ، وَوَرَاءَهُمْ ثَلَاث أُمَم ، وَلَنْ يَمُوت مِنْهُمْ رَجُل إِلَّا تَرَكَ مِنْ ذُرِّيَّته أَلْفًا فَصَاعِدًا ” وَأَخْرَجَ عَبْد بْن حُمَيْدٍ بِسَنَدٍ صَحِيح عَنْ عَبْد اللَّه بْن سَلَام مِثْله

Dikeluarkan oleh Al Hakim dan Ibnu Mardawaih dari jalur ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa Ya’juj dan Ma’juj dari keturunan Adam. Di belakangnya adalah tiga ummat. Tidaklah di antara mereka mati melainkan mereka tinggalkan 1000 keturunan berikutnya. Hadits ini dikeluarkan pula oleh ‘Abd bin Humaid dengan sanad shahih dari ‘Abdullah bin Salaam semisalnya. (Fathul Bari, 13: 107).

Hadits terakhir ini menunjukkan pula bahwa Ya’juj dan Ma’juj adalah keturunan Adam dan jumlahnya amat banyak.

Tidak Ada Paksaan untuk Masuk Islam

 
Dakwah Islam begitu mulia, kita diajarkan untuk tidak memaksa pemeluk agama lain untuk masuk Islam.

Mendakwahi orang kafir untuk masuk Islam, hukumnya fardhu kifayah, artinya jika sebagian sudah mendakwahi mereka maka yang lain gugur kewajibannya. Karena mendakwahi mereka berarti telah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Hal ini bisa dilakukan dengan menjenguk mereka ketika sakit, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjenguk anak kecil Yahudi untuk diajak masuk Islam. Akhirnya ia pun masuk Islam.

Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata,

كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِىٌّ يَخْدُمُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَمَرِضَ ، فَأَتَاهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعُودُهُ ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ « أَسْلِمْ » . فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهْوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ – صلى الله عليه وسلم – . فَأَسْلَمَ ، فَخَرَجَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – وَهْوَ يَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ

“Dulu pernah ada seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu suatu saat ia sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, lalu beliau mengatakan, “Masuklah Islam.” Kemudian anak kecil itu melihat ayahnya yang berada di sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, “Taatilah Abal Qosim (yaitu Rasulullah) –shallallahu ‘alaihi wa sallam-”. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari siksa neraka.” (HR. Bukhari no. 1356)

Walau boleh mendakwahi, namun haram memaksa orang Yahudi, Nashrani dan kafir lainnya untuk masuk Islam. Karena Allah Ta’ala berfirman,

لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al Baqarah: 256).

Ibnu Katsir menuturkan, “Janganlah memaksa seorang pun untuk masuk ke dalam Islam. Karena kebenaran Islam sudah begitu jelas dan gamblang. Oleh karenanya tidak perlu ada paksaan untuk memasuki Islam. Namun barangsiapa yang Allah beri hidayah untuk menerima Islam, hatinya semakin terbuka dan mendapatkan cahaya Islam, maka ia berarti telah memasuki Islam lewat petunjuk yang jelas. Akan tetapi, barangsiapa yang masih tetap Allah butakan hati, pendengaran dan penglihatannya, maka tidak perlu ia dipaksa-paksa untuk masuk Islam. Tidak ada manfaat jika masuk Islam dalam keadaan terpaksa. Para ulama telah menyebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah mengenai kaum Anshar. Namun maksud ayat ini adala umum.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 250).

Cukup dengan sikap baik (ihsan) yang kita tunjukkan pada mereka membuat mereka tertarik pada Islam, tanpa harus memaksa

Bukti Adanya Dajjal

Dajjal asalnya berarti “التَّغْطِيَة”, bermakna menutupi. Orang yang berdusta disebut Dajjal karena ia menutupi kebenaran dengan kebatilan.[1]
Dajjal yang dimaksud dalam bahasan ini adalah Dajjal akbar yang akan muncul menjelang hari kiamat di zaman Imam Mahdi dan Nabi Isa ‘alaihis salam.
Dajjal, Seberat-Beratnya Ujian
Keluarnya Dajjal merupakan di antara tanda datangnya kiamat. Fitnah (cobaan) yang ditimbulkan oleh Dajjal adalah seberat-beratanya ujian yang akan dihadapi manusia.
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan,
مَا بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ خَلْقٌ أَكْبَرُ مِنَ الدَّجَّالِ
“Tidak ada satu pun makhluk sejak Adam diciptakan hingga terjadinya kiamat yang fitnahnya (cobaannya) lebih besar dari Dajjal.” (HR. Muslim no. 2946) An Nawawi rahimahullah menerangkan, “Yang dimaksud di sini adalah tidak ada fitnah dan masalah yang lebih besar daripada fitnah Dajjal.”[2]
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di hadapan manusia lalu memuji Allah karena memang Dialah satu-satunya yang berhak atas pujian kemudian beliau menceritakan Dajjal. Beliau bersabda,
إِنِّى لأُنْذِرُكُمُوهُ ، وَمَا مِنْ نَبِىٍّ إِلاَّ أَنْذَرَهُ قَوْمَهُ ، لَقَدْ أَنْذَرَ نُوحٌ قَوْمَهُ ، وَلَكِنِّى أَقُولُ لَكُمْ فِيهِ قَوْلاً لَمْ يَقُلْهُ نَبِىٌّ لِقَوْمِهِ ، تَعْلَمُونَ أَنَّهُ أَعْوَرُ ، وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ
“Aku akan menceritakannya kepada kalian dan tidak ada seorang Nabi pun melainkan telah menceritakan tentang Dajjal kepada kaumnya. Sungguh Nabi Nuh ‘alaihis salam telah mengingatkan kaumnya. Akan tetapi aku katakan kepada kalian tentangnya yang tidak pernah dikatakan oleh seorang Nabi pun kepada kaumnya, yaitu Dajjal itu buta sebelah matanya sedangkan Allah sama sekali tidaklah buta“. (HR. Bukhari no. 3337 dan Muslim no. 169)
Dari Anas, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا بُعِثَ نَبِىٌّ إِلاَّ أَنْذَرَ أُمَّتَهُ الأَعْوَرَ الْكَذَّابَ ، أَلاَ إِنَّهُ أَعْوَرُ ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ ، وَإِنَّ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مَكْتُوبٌ كَافِرٌ
“Tidaklah seorang Nabi pun diutus selain telah memperingatkan kaumnya terhadap yang buta sebelah lagi pendusta. Ketahuilah bahwasanya dajjal itu buta sebelah, sedangkan Rabb kalian tidak buta sebelah. Tertulis di antara kedua matanya “KAAFIR”.” (HR. Bukhari no. 7131)
Dalam sebuah hadits shahih, dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يا أيها الناس ! إنها لم تكن فتنة على وجه الأرض منذ ذرأ الله ذرية آدم أعظم من فتنة الدجال و إن الله عز و جل لم يبعث نبيا إلا حذر أمته الدجال و أنا آخر الأنبياء و أنتم آخر الأمم و هو خارج فيكم لا محالة
“Wahai sekalian manusia, sungguh tidak ada fitnah yang lebih besar dari fitnah Dajjal di muka bumi ini semenjak Allah menciptakan anak cucu Adam. Tidak ada satu Nabi pun yang diutus oleh Allah melainkan ia akan memperingatkan kepada umatnya mengenai fitnah Dajjal. Sedangkan Aku adalah Nabi yang paling terakhir dan kalian juga ummat yang paling terakhir, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Dajjal akan muncul di tengah-tengah kalian.” (Dikeluarkan dalam Shahih Al Jaami’ Ash Shoghir no. 13833. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dajjal Dinamakan Al Masih
Dajjal dinamakan Al Masih karena salah satu matanya terusap/ tertutup (artinya: buta sebelah). Disebutkan pula bahwa ia dinamakan Al Masih karena dia mengusap/ melewati bumi selama empatpuluh hari.[3]
Al Masih sendiri kadang ditujukan pada orang yang shidiq (jujur) yaitu ‘Isa ‘alaihis salam dan kadang pula Al Masih dimaksudkan untuk orang yang sesat lagi dusta yaitu Dajjal yang matanya buta sebelah.[4]
Berita Tentang Kemunculan Dajjal adalah Berita Mutawatir
Sebagian hadits mengenai Dajjal telah dikemukakan di atas. Sebagian lainnya akan kita temukan pada bahasan selanjutnya mengenai Dajjal. Intinya, semua hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa di akhir zaman, akan muncul Dajjal. Berita tentang Dajjal ini diriwayatkan dalam riwayat yang amat banyak, sampai derajat mutawatir. Hadits-hadits yang membicarakan tentang Dajjal pun berasal dari kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Oleh karena itu, orang yang meragukan tentang hal ini, dialah yang sungguh aneh.
Al Qodhi mengatakan, “Hadits-hadits yang disebutkan oleh Imam Muslim dan selainnya mengenai kisah Dajjal benar-benar sebagai hujjah bagi madzhab yang berada di atas kebenaran bahwa Dajjal benar adanya. Dajjal adalah benar-benar manusia. Allah mendatangkannya untuk menguji para hamba-Nya. Allah memberikan pada Dajjal berbagai ilahiyah (ketuhanan), yaitu dengan menghidupkan mayit yang sebelumnya ia matikan, menumbuhkan tanaman, menyuburkan tanah dan kebun, menjadikan api dan dua macam sungai. Kemudian Dajjal pun akan mengeluarkan berbagai macam perbendaharaan di dalam bumi, ia akan menurunkan hujan dari langit, dan tanah pun akan tumbuh tanaman. Ini semua dilakukan atas kuasa dan kehendak Allah. Kemudian setelah itu, Allah Ta’ala membuat ia tidak bisa berbuat apa-apa. Namun tidak ada yang bisa membunuh Dajjal dan menghancurkan berbagai urusannya melainkan ‘Isa ‘alaihis salam. Allah pun akhirnya mengokohkan hati orang beriman. Inilah madzhab Ahlus Sunnah, keyakinan para pakar hadits, para fuqoha dan para ulama peneliti lainnya.”[5]
Mengapa Berita Tentang Dajjal Tidak Disebutkan dalam Al Qur’an?
Ada beberapa versi jawaban yang dapat diberikan dalam hal ini:
Pertama, Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا
“Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri.” (QS. Al An’am: 158). Padahal dalam hadits disebutkan,
ثَلاَثٌ إِذَا خَرَجْنَ (لَمْ يَنْفَعْ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ) الآيَةَ الدَّجَّالُ وَالدَّابَّةُ وَطُلُوعُ الشَّمْسِ مِنَ الْمَغْرِبِ أَوْ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Tiga tanda, jika semuanya telah terjadi, maka tidak akan berguna lagi keimanan seseorang sebelumnya, yaitu; keluarnya Dajjal, binatang melata, dan terbitnya matahari dari barat atau dari tempat terbenamnya” (HR. Tirmidzi no. 3072 dan Ahmad 2/445. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Hadits ini menunjukkan adanya korelasi dengan ayat di atas, sehingga sangat tepat sekali menunjukkan adanya Dajjal di akhir zaman.
Kedua, Al Qur’an sendiri mengisyaratkan bahwa ‘Isa bin Maryam akan turun di akhir zaman seperti pada firman Allah Ta’ala,
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ
“Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya.” (QS. An Nisa': 159). Dan pada firman Allah Ta’ala,
وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ
“Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat.” (QS. Az Zukhruf: 61). Jika benar Isa akan turun di akhir zaman dan misi beliau adalah membunuh Dajjal, maka cukup dengan kita menyebut turunnya Isa, itu menandakan akan munculnya Dajjal. Apalagi antara Isa dan Dajjal sama-sama disebut Al Masih.
Inilah di antara alasan mengapa Dajjal tidak disebutkan dalam Al Qur’an sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani.[6]
Alasan ketiga yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.
Ketiga: Berita tentang Dajjal juga sudah disebutkan dalam ayat Al Qur’an,
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ghofir/Al Mu’min: 57) Yang dimaksud dengan penciptaan manusia di sini adalah Dajjal. Sebagaimana yang mendukung hal ini adalah hadits,
مَا بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ خَلْقٌ أَكْبَرُ مِنَ الدَّجَّالِ
“Tidak ada satu pun makhluk sejak Adam diciptakan hingga terjadinya kiamat yang fitnahnya (cobaannya) lebih besar dari Dajjal.” (HR. Muslim no. 2946)
Mengenai surat Ghofir ayat 57, Al Baghowi mengatakan, “Sebagian ulama mengatakan: yaitu yang lebih besar dari ujian dari Dajjal. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, yaitu orang Yahudi yang selalu memperdebatkan tentang Dajjal.”[7]

Rabu, 10 Desember 2014

Permisalahan Ilmu dengan Hujan

Permisalan Ilmu dengan Hujan

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.

Berikut adalah sebuah hadits yang patut direnungkan bersama yang menjelaskan mengenai keutamaan orang yang berilmu (agama) dan yang mendakwahkan ilmu.


Dari Abu Musa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ

“Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air). Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain. Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bukhari membawakan hadits ini dalam kitab shahihnya pada Bab “Orang yang berilmu dan mengajarkan ilmu.” An Nawawi membawakan hadits ini dalam Shahih Muslim pada Bab “Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengannya.”

Ilmu dan Petunjuk Dimisalkan Dengan Ghoits (Hujan)

Ilmu yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Ilmu tersebut dimisalkan dengan ghoits yaitu hujan yang bermanfaat, tidak rintik dan tidak pula terlalu deras. Ghoits dalam Al Qur’an dan As Sunnah sering digunakan untuk hujan yang bermanfaat berbeda dengan al maa’ dan al mathr yang sama-sama bermakna hujan. Adapun al mathr, kebanyakan digunakan untuk hujan yang turun dari langit, namun untuk hujan yang mendatangkan bahaya. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَسَاءَ مَطَرُ الْمُنْذَرِينَ

“Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.” (QS. Asy Syu’ara: 173)

Sedangkan mengenai ghoits, Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ

“Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur.” (QS. Yusuf: 49) (Asbaabu Ats Tsabat ‘ala Tholabul ‘Ilmi, 1/2)

Ilmu, Sebab Hidupnya Hati

Ibnul Qoyyim –rahimahullah- mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan ilmu (wahyu) yang beliau bawa dengan hujan karena ilmu dan hujan adalah sebab adanya kehidupan. Hujan adalah sebab hidupnya jasad. Sedangkan Ilmu adalah sebab hidupnya hati. Hati sendiri dimisalkan dengan lembah. Sebagaimana hal ini terdapat pada firman Allah Ta’ala,

أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا

“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya.” (QS. Ar Ro’du: 17).” (Zaadul Muhajir, hal. 37)

Berbagai Macam Tanah

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ada tiga jenis tanah. Tanah pertama adalah tanah yang baik yang dapat menyerap air sehingga tumbuhlah tanaman dan rerumputan.

Tanah kedua adalah tanah yang disebut ajadib. Tanah ini hanya bisa menampung air sehingga dapat dimanfaatkan orang lain (untuk minum, memberi minum pada hewan ternak dan dapat mengairi tanah pertanian), namun tanah ajadib ini tidak bisa menyerap air.

Kemudian tanah jenis terakhir adalah tanah yang disebut qii’an. Tanah ini tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air. Sehingga tanah ini tidak bisa menumbuhkan tanaman. (Lihat Syarh Muslim, 15/46-47 dan Muro’atul Mafaatih, 1/247-248)

Manusia Bertingkat-Tingkat Dalam Mengambil Faedah Ilmu

An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “Adapun makna hadits dan maksudnya, di dalamnya terdapat permisalan bagi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan al ghoits (hujan yang bermanfaat). Juga terdapat kandungan dalam hadits ini bahwa tanah itu ada tiga macam, begitu pula manusia.

Jenis pertama adalah tanah yang bermanfaat dengan adanya hujan. Tanah tersebut menjadi hidup setelah sebelumnya mati, lalu dia pun menumbuhkan tanaman. Akhirnya, manusia pun dapat memanfaatkannya, begitu pula hewan ternak, dan tanaman lainnya dapat tumbuh di tanah tersebut.

Begitu pula manusia jenis pertama. Dia mendapatkan petunjuk dan ilmu. Dia pun menjaganya (menghafalkannya), kemudian hatinya menjadi hidup. Dia pun mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dia miliki pada orang lain. Akhirnya, ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan juga bermanfaat bagi yang lainnya.

Jenis kedua adalah tanah yang tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri, namun bermanfaat bagi orang lain. Tanah ini menahan air sehingga dapat dimanfaatkan oleh yang lain. Manusia dan hewan ternak dapat mengambil manfaat darinya.

Begitu pula manusia jenis kedua. Dia memiliki ingatan yang bagus. Akan tetapi, dia tidak memiliki pemahaman yang cerdas. Dia juga kurang bagus dalam menggali faedah dan hukum. Dia pun kurang dalam berijtihad dalam ketaatan dan mengamalkannya. Manusia jenis ini memiliki banyak hafalan. Ketika orang lain yang membutuhkan yang sangat haus terhadap ilmu, juga yang sangat ingin memberi manfaat dan mengambil manfaat bagi dirinya; dia datang menghampiri manusia jenis ini, maka dia pun mengambil ilmu dari manusia yang punya banyak hafalan tersebut. Orang lain mendapatkan manfaat darinya,sehingga dia tetap dapat memberi manfaat pada yang lainnya.

Jenis ketiga adalah tanah tandus yang tanaman tidak dapat tumbuh di atasnya. Tanah jenis ini tidak dapat menyerap air dan tidak pula menampungnya untuk dimanfaatkan orang lain.

Begitu pula manusia jenis ketiga. Manusia jenis ini tidak memiliki banyak hafalan, juga tidak memiliki pemahaman yang bagus. Apabila dia mendengar, ilmu tersebut tidak bermanfaat baginya. Dia juga tidak bisa menghafal ilmu tersebut agar bermanfaat bagi orang lain.” (Syarh Muslim, 15/47-48)

Qurtubhi dan selainnya –rahimahumullah- mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil permisalan terhadap ajaran agama yang beliau bawa dengan al ghoits yang turun ketika sangat dibutuhkan (ketika tanah dalam keadaan tandus, pen). Begitu pula keadaan manusia sebelum diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana tanah dapat menghidupkan daerah yang tandus, begitu pula dengan ilmu agama (ilmu syar’i) dapat menghidupkan hati yang mati. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan orang yang mendengar wahyu dengan berbagai macam tanah yang mendapat air hujan.

Di antara manusia ada yang berilmu, gemar mengamalkam ilmunya dan mengajarkan ilmunya. Orang seperti ini sebagaimana halnya tanah yang subur yang dia bisa memanfaatkan untuk dirinya yaitu untuk minum dan yang lainnya juga bisa memanfaatkannya. Juga ada sebagian manusia lainnya yang mengumpulkan banyak ilmu di masanya, namun dia jarang melakukan amalan nafilah (sunnah) atau juga tidak memahami secara mendalam ilmu yang dia miliki, akan tetapi dia mengajarkan ilmu yang dia kumpulkan tersebut pada yang lainnya. Orang kedua ini seperti tanah yang dapat menampung air, lalu dapat dimanfaatkan oleh manusia. Orang semacam ini termasuk dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Semoga Allah membaguskan seseorang yang mendengar sabdaku, kemudian dia menyampaikannya sebagaimana dia mendengarnya.”

Ada pula orang jenis lain yang mendengar ilmu, namun dia tidak menghafalkannya, tidak mengamalkannya dan tidak pula menyampaikannya kepada orang lain. Inilah orang yang dimisalkan dengan tanah tandus yang tidak bisa menampung atau seringkali membahayakan lainnya.

Hadits ini adalah permisalan untuk dua kelompok yang dipuji karena keduanya memiliki kesamaan (yaitu memberi manfaat bagi orang lain, pen). Sedangkan kelompok ketiga adalah kelompok yang tercela yang tidak dapat mendatangkan manfaat. Wallahu a’lam.” (Fathul Bari, 1/177)

Siapakah Manusia yang Disebutkan dalam Hadits Ini?

Manusia jenis pertama adalah penerus para Rasul ‘alaihimush sholaatu wa salaam. Mereka inilah yang menegakkan agama ini dengan ilmu, ‘amal dan dakwah (mengajak kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya). Merekalah pengikut para nabi yang sebenarnya. Mereka inilah yang diibaratkan dengan tanah yang baik, hatinya senantiasa bersih. Tanah seperti ini dapat menumbuhkan tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dia dapat memperoleh manfaat, begitu juga manusia dapat memperoleh manfaat darinya.

Orang-orang seperti inilah yang menggabungkan ilmu dalam agama dan kekuatan dalam berdakwah. Merekalah yang disebut pewaris para Nabi sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُوْلِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan al basho-ir.” (QS. Shaad: 45). Yang dimaksud al basho-ir adalah mengetahui kebenaran. Dan dengan kekuatan, ilmu tersebut dapat disampaikan dan didakwahkan pada yang lainnya.

Manusia jenis pertama ini memiliki kekuatan hafalan, pemahaman yang bagus dalam masalah agama, dan memiliki kemampuan dalam tafsir. Kemampuan inilah yang membuat tumbuh banyak rerumputan di tanah tersebut. Sehingga hal ini yang membuat mereka lebih utama dari manusia jenis kedua.

Manusia jenis kedua adalah hufaazh (para penghafal hadits) dan dia menyampaikan apa yang didengar. Kemudian orang lain mendatangi manusia jenis ini dan mereka mengambil faedah darinya. Mereka termasuk dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

نَضَّرَِ اللهُ اِمْرَءًا سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يَبْلُغَهُ غَيْرُهُ ، فَإِنَّهُ رُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍ ، وَ رُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ

“Semoga Allah memberi nikmat kepada orang yang mendengar sabdaku, kemudian dia menghafalkannya dan menyampaikannya pada yang lain. Betapa banyak orang yang menyampaikan hadits, namun dia tidak memahaminya. Terkadang pula orang yang menyampaikan hadits menyampaikan kepada orang yang lebih paham darinya.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ath Thobroni. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Manusia jenis kedua ini termasuk kalangan yang menghafal hadits, namun mereka kurang dalam mengambil faedah darinya. Bahkan orang lain yang mengambil ilmu dari mereka kadang lebih paham.

Siapakah contoh dari kedua jenis manusia di atas?

Cobalah kita bandingkan berapa banyak hafalan Abu Hurairah dengan Ibnu Abbas? Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menyampaikan hadits-hadits tersebut sebagaimana yang dia dengar. Beliau terus belajar siang dan malam. Jika dibandingkan dengan Ibnu ‘Abbas, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas tidaklah lebih dari 20 hadits. Namun lihatlah keluasan ilmu yang Ibnu ‘Abbas miliki dalam masalah tafsir dan menggali faedah-faedah ilmu, sungguh sangat luas dan mendalam sekali.

Setelah Abu Hurairah dan Ibnu Abbas, para ulama juga terbagi menjadi dua. Kelompok pertama adalah hufaazh (yang banyak meriwayatkan hadits). Kelompok kedua adalah yang banyak menggali faedah, hukum dan memiliki pemahaman mendalam terhadap hadits.

Yang termasuk kelompok pertama adalah Abu Zur’ah, Abu Hatim, Bundar, Muhammad bin Basyar, ‘Amr An Naqid, ‘Abdur Rozaq, Muhammad bin Ja’far, Sa’id bin Abi ‘Arubah. Mereka inilah yang banyak meriwayatkan hadits, namun sedikit dalam menggali faedah dan hukum dari hadits yang mereka bawa.

Kelompok kedua adalah seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Al Awza’iy, Ishaq, Imam Ahmad bin Hambal, Al Bukhari, Abu Daud, dan Muhammad bin Nashr Al Maruzi. Mereka inilah orang-orang yang banyak mengambil faedah dan memiliki pemahaman mendalam terhadap sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua kelompok ini adalah manusia yang paling berbahagia dengan wahyu Allah dan sabda Rasul-Nya. Mereka adalah orang menerima dan menoleh pada kedua hal tersebut. Namun di antara keduanya memiliki perbedaan yaitu yang satu memiliki pemahaman lebih mendalam dari yang lainnya. Akan tetapi, keduanya sama-sama memberikan manfaat pada orang lain.

Manusia jenis ketiga adalah bukan termasuk yang pertama dan kedua yaitu mereka yang tidak mau menerima petunjuk Allah dan tidak mau menoleh pada wahyu. Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah,

أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً

“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS. Al Furqon: 44) (Lihat Zaadul Muhajir, hal. 38 dan Shahih Al Wabilush Shayib, hal. 111-115)

Penutup

An Nawawi –rahimahullah- mengatakan,

وفي هذا الحديث أنواع من العلم منها ضرب الأمثال ومنها فضل العلم والتعليم وشدة الحث عليهما وذم الإعراض عن العلم والله أعلم

“Dalam hadits ini, terdapat beberapa pelajaran di antaranya adalah permisalan petunjuk dan ilmu. Juga di dalamnya adalah terdapat pelajaran mengenai keutamaan ilmu dan orang yang mengajarkan ilmu serta dorongan untuk memiliki ilmu syar’i dan mendakwahkannya. Dalam hadits ini juga terdapat celaan terhadap orang yang menjauhi dari ilmu syar’i. Wallahu a’lam.” (Syarh Muslim, 15/48)

Inilah penjelasan singkat mengenai hadits Matsalu Maa Ba’atsaniyallahu …. Sungguh, jika seseorang betul-betul merenungkannya tentu dia akan termotivasi untuk mempelajari ilmu syar’i (ilmu agama), mempelajari aqidah yang benar dan ajaran nabi yang shahih, juga dia akan termotivasi untuk menjaga dan menghafalkan ilmu tersebut. Juga agar dia mendapatkan keutamaan lebih dan tentu saja hal ini lebih urgent, yaitu hendaknya seseorang berusaha memahami apa yang dia ilmui sehingga dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri. Setelah itu, hendaklah setiap muslim dapat menjadi insan yang selalu bermanfaat kepada orang lain.

Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberikan manfaat bagi orang lain.” (Al Jaami’ Ash Shogir, no. 11608)

Manfaat yang dapat diberikan adalah dengan mendakwahkan ilmu, baik melalui hafalan yang dimiliki atau ditambah lagi dengan pemahaman mendalam terhadap ilmu tersebut. Sungguh sangat banyak cara untuk belajar dan berdakwah saat ini, bisa melalui berbagai macam media seperti media cetak atau pun dunia maya (dunia internet). Namun janganlah seseorang menjadi orang yang tercela karena enggan mempelajari ilmu syar’i, enggan mengamalkan dan enggan mendakwahkannya.

Hari Kiamat

Kejadian Mengerikan Di Hari Kiamat
Foto: ‎Kejadian Mengerikan Di Hari Kiamat

Dalam tulisan yang singkat ini, kami akan menghadirkan sedikit penjelasan mengenai Tafsir Surat Al Qori’ah, tulisan kami beberapa tahun silam. Semoga bermanfaat.

Diceritakan dalam surat Al Qori’ah :
الْقَارِعَةُ (1) مَا الْقَارِعَةُ (2) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ (3) يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ (4) وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ (5) فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ (6) فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ (7) وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (8) فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (9) وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ (10) نَارٌ حَامِيَةٌ (11)

(1) Hari Kiamat, (2) apakah hari Kiamat itu? (3) Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu? (4) Pada hari itu manusia adalah seperti laron yang bertebaran, (5) dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (6). Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, (7) maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. (8) Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, (9) maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. (10) Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (11) (Yaitu) api yang sangat panas.

Ketahuilah bahwasanya Al Qori’ah merupakan salah satu nama kiamat sebagaimana kiamat juga dinamakan Al Haqqoh dan Al Ghosiyah.

Kenapa dinamakan demikian? Karena pada saat itu hati begitu gelisah karena terkejut (takut). Kemudian Allah berfirman,’Apa itu Al Qori’ah’? Konteks kalimat ini dalam konteks kalimat tanya. Para ulama mengatakan bahwa setiap konteks kalimat seperti ini menunjukkan sangat besar dan ngerinya perkara yang disebutkan.

Pada ayat selanjutnya Allah berfirman (yang artinya), ’Pada hari itu manusia adalah seperti firosy yang bertebaran’.

Apa itu firosy?

Para ulama mengatakan bahwa firosy adalah binatang kecil yang beterbangan.

Tatkala ada cahaya pada malam hari binatang itu saling berdesakan dan berebutan. Binatang ini penglihatannya begitu lemah sehingga tidak tahu arah dan tujuan. Itulah gambaran keadaan manusia tatkala hari kiamat, tatkala bangkit dari kuburnya. Manusia sangat bingung, berdesak-desakan tanpa tahu arah dan tujuan.

Kemudian bagaimana keadaan gunung-gunung yang terpancang begitu kokohnya di bumi ini? Allah berfirman mengenai hal tersebut, ”dan gunung-gunung adalah seperti ’ihni yang dihambur-hamburkan”.

Para ulama mengatakan bahwasanya ’ihni di situ adalah bulu domba (shuf). Ada pula yang mengatakan bahwa ’ihni adalah kapas. Jadi ’ihni adalah suatu benda yang sangat ringan. Yang apabila diletakkan pada tangan, bulu (kapas) akan berhamburan tidak karuan. Itulah keadaan bumi pada hari kiamat nanti. Gunung-gunung akan hancur luluh sebagaimana dijelaskan pada firman Allah lainnya,

وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا (5) فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا (6)

”Dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan.” (QS. Al Waqi’ah [56] : 5-6)

Kemudian pada hari kiamat nanti Allah akan membagi manusia menjadi dua golongan.

Yang pertama adalah : yang berat timbangannya, maksudnya adalah berat timbangan kebaikan daripada kejelekannya.

Yang kedua adalah : yang ringan timbangannya, maksudnya adalah berat timbangan kejelekannya daripada kebaikannya.

Untuk golongan pertama, Allah menjanjikan kepada mereka ’berada dalam kehidupan yang diridhoi’. Masya Allah!! Semoga Allah memudahkan kita termasuk golongan yang pertama ini. Itulah balasan bagi orang yang beriman dan beramal sholih. Allah menjanjikan bagi mereka kehidupan yang menyenangkan, tidak ada kesusahan, tidak ada lagi kesedihan dan rasa takut. Semua akan mendapatkan ketenangan di dalamnya yaitu hidup di surga yang kekal.

Sedangkan golongan kedua adalah golongan yang sangat menyedihkan kehidupannya. Semoga Allah menjauhkan kita darinya. Di mana golongan ini adalah golongan yang ringan timbangan kebaikannya. Dan di sini ada dua kemungkinan, bisa saja orang kafir yang tidak punya kebaikan sama sekali dan orang muslim yang lebih banyak kejelakan daripada kebaikannya. Na’udzu billahi min dzalik.

Bagaimana kondisi golongan yang kedua ini? Allah berfirman,
وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (8) فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (9)

”Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.”

Apa yang dimaksud ummu dalam ayat tersebut? Ada dua tafsiran mengenai hal tersebut. Sebagian ulama menafsirkan ummu adalah tempat kembali. Padahal ummu secara bahasa berarti ibu. Kenapa disebut demikian? Karena tempat kembali seseorang adalah ibunya. Tatkala nangis pasti akan menuju ke ibunya agar redah.

Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa ummu adalah otak kepala. Maksudnya adalah seseorang akan dilemparkan di neraka dengan otaknya (kepalanya). Nas’alullahas salamah (kita memohon kepada Allah keselamatan dari hal itu). Makna keduanya bisa kita gunakan.

Kemudian apa itu Hawiyah? (Yaitu) api yang sangat panas. Dan ingatlah panasnya api neraka tidaklah sama dengan api di dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”

Panas api kalian di dunia hanya 1/70 bagian dari panas api jahannam.” (HR. Bukhari).

Masya Allah!! Berarti sangat dahsyat sekali siksaan di dalamnya.

Lihatlah di sini Allah menyebut mizan (timbangan). Di akhirat kelak Allah, setiap orang bersama dengan amalan dan catatan amalnya akan ditimbang pada satu timbangan. Namun ingat walaupun di sini dikatakan yang ditimbang adalah orangnya dan amalan serta kitabnya, bukan berarti orang yang gemuk, timbangannnya akan menjadi berat.

Terdapat dalam hadits bahwa datang seorang laki-laki yang besar badannya pada hari kiamat. Di sisi Allah, tidaklah satu lengan tangannya dapat mengganti berat dosa-dosanya yang menumpuk.
Kemudian dikatakan dalam hadits lainnya bahwa bekas nampan memberi orang minum lebih berat dari gunung Uhud. Masya Allah.

Selengkapnya di website kami Rumaysho.Com >> http://rumaysho.com/tafsir-al-quran/faedah-surat-al-qoriah-kejadian-mengerikan-di-hari-kiamat-913‎
Dalam tulisan yang singkat ini, kami akan menghadirkan sedikit penjelasan mengenai Tafsir Surat Al Qori’ah, tulisan kami beberapa tahun silam. Semoga bermanfaat.

Diceritakan dalam surat Al Qori’ah :
الْقَارِعَةُ (1) مَا الْقَارِعَةُ (2) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ (3) يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ (4) وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ (5) فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ (6) فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ (7) وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (8) فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (9) وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ (10) نَارٌ حَامِيَةٌ (11)

(1) Hari Kiamat, (2) apakah hari Kiamat itu? (3) Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu? (4) Pada hari itu manusia adalah seperti laron yang bertebaran, (5) dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (6). Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, (7) maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. (8) Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, (9) maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. (10) Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (11) (Yaitu) api yang sangat panas.

Ketahuilah bahwasanya Al Qori’ah merupakan salah satu nama kiamat sebagaimana kiamat juga dinamakan Al Haqqoh dan Al Ghosiyah.

Kenapa dinamakan demikian? Karena pada saat itu hati begitu gelisah karena terkejut (takut). Kemudian Allah berfirman,’Apa itu Al Qori’ah’? Konteks kalimat ini dalam konteks kalimat tanya. Para ulama mengatakan bahwa setiap konteks kalimat seperti ini menunjukkan sangat besar dan ngerinya perkara yang disebutkan.

Pada ayat selanjutnya Allah berfirman (yang artinya), ’Pada hari itu manusia adalah seperti firosy yang bertebaran’.

Apa itu firosy?

Para ulama mengatakan bahwa firosy adalah binatang kecil yang beterbangan.

Tatkala ada cahaya pada malam hari binatang itu saling berdesakan dan berebutan. Binatang ini penglihatannya begitu lemah sehingga tidak tahu arah dan tujuan. Itulah gambaran keadaan manusia tatkala hari kiamat, tatkala bangkit dari kuburnya. Manusia sangat bingung, berdesak-desakan tanpa tahu arah dan tujuan.

Kemudian bagaimana keadaan gunung-gunung yang terpancang begitu kokohnya di bumi ini? Allah berfirman mengenai hal tersebut, ”dan gunung-gunung adalah seperti ’ihni yang dihambur-hamburkan”.

Para ulama mengatakan bahwasanya ’ihni di situ adalah bulu domba (shuf). Ada pula yang mengatakan bahwa ’ihni adalah kapas. Jadi ’ihni adalah suatu benda yang sangat ringan. Yang apabila diletakkan pada tangan, bulu (kapas) akan berhamburan tidak karuan. Itulah keadaan bumi pada hari kiamat nanti. Gunung-gunung akan hancur luluh sebagaimana dijelaskan pada firman Allah lainnya,

وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا (5) فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا (6)

”Dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan.” (QS. Al Waqi’ah [56] : 5-6)

Kemudian pada hari kiamat nanti Allah akan membagi manusia menjadi dua golongan.

Yang pertama adalah : yang berat timbangannya, maksudnya adalah berat timbangan kebaikan daripada kejelekannya.

Yang kedua adalah : yang ringan timbangannya, maksudnya adalah berat timbangan kejelekannya daripada kebaikannya.

Untuk golongan pertama, Allah menjanjikan kepada mereka ’berada dalam kehidupan yang diridhoi’. Masya Allah!! Semoga Allah memudahkan kita termasuk golongan yang pertama ini. Itulah balasan bagi orang yang beriman dan beramal sholih. Allah menjanjikan bagi mereka kehidupan yang menyenangkan, tidak ada kesusahan, tidak ada lagi kesedihan dan rasa takut. Semua akan mendapatkan ketenangan di dalamnya yaitu hidup di surga yang kekal.

Sedangkan golongan kedua adalah golongan yang sangat menyedihkan kehidupannya. Semoga Allah menjauhkan kita darinya. Di mana golongan ini adalah golongan yang ringan timbangan kebaikannya. Dan di sini ada dua kemungkinan, bisa saja orang kafir yang tidak punya kebaikan sama sekali dan orang muslim yang lebih banyak kejelakan daripada kebaikannya. Na’udzu billahi min dzalik.

Bagaimana kondisi golongan yang kedua ini? Allah berfirman,
وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (8) فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (9)

”Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.”

Apa yang dimaksud ummu dalam ayat tersebut? Ada dua tafsiran mengenai hal tersebut. Sebagian ulama menafsirkan ummu adalah tempat kembali. Padahal ummu secara bahasa berarti ibu. Kenapa disebut demikian? Karena tempat kembali seseorang adalah ibunya. Tatkala nangis pasti akan menuju ke ibunya agar redah.

Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa ummu adalah otak kepala. Maksudnya adalah seseorang akan dilemparkan di neraka dengan otaknya (kepalanya). Nas’alullahas salamah (kita memohon kepada Allah keselamatan dari hal itu). Makna keduanya bisa kita gunakan.

Kemudian apa itu Hawiyah? (Yaitu) api yang sangat panas. Dan ingatlah panasnya api neraka tidaklah sama dengan api di dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”

Panas api kalian di dunia hanya 1/70 bagian dari panas api jahannam.” (HR. Bukhari).

Masya Allah!! Berarti sangat dahsyat sekali siksaan di dalamnya.

Lihatlah di sini Allah menyebut mizan (timbangan). Di akhirat kelak Allah, setiap orang bersama dengan amalan dan catatan amalnya akan ditimbang pada satu timbangan. Namun ingat walaupun di sini dikatakan yang ditimbang adalah orangnya dan amalan serta kitabnya, bukan berarti orang yang gemuk, timbangannnya akan menjadi berat.

Terdapat dalam hadits bahwa datang seorang laki-laki yang besar badannya pada hari kiamat. Di sisi Allah, tidaklah satu lengan tangannya dapat mengganti berat dosa-dosanya yang menumpuk.
Kemudian dikatakan dalam hadits lainnya bahwa bekas nampan memberi orang minum lebih berat dari gunung Uhud. Masya Allah.

Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman

Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman
Al Qur’an Berbicara Tentang Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman
Ayat pertama: Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ

“Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat.” (QS. Az Zukhruf: 61)
Para ulama berselisih pendapat mengenai makna dhomir (kata ganti) haa‘ dalam kalimat (وَإِنَّهُ). Sebagian ulama mengatakan bahwa kata ganti haa‘ di situ adalah ‘Isa bin Maryam. Sehingga makna kalimat, “Sesungguhnya ‘Isa di antara tanda datangnya hari kiamat”. Karena turunnya kembali Isa ke dunia adalah tanda akan fananya dunia dan akan datangnya kehidupan akhirat. Demikian penjelasan dari Ibnu Jarir Ath Thobari4. Kemudian setelah itu Ibnu Jarir membawakan beberapa perkataan ulama pakar tafsir tentang tafsiran ayat di atas.
Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud ayat tersebut adalah turunnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam.
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ayat tersebut yaitu di antara tanda datangnya hari kiamat adalah turunnya Isa bin Maryam sebelum hari kiamat.
Qotadah mengatakan tentang maksud ayat tersebut adalah turunnya Isa bin Maryam merupakan di antara tanda hari kiamat.
As Sudi, Adh Dhohak, dan Ibnu Zaid mengatakan perkataan yang serupa.5
Ayat kedua: Firman Allah Ta’ala,
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا
“Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” (QS. An Nisa': 159)
Mengenai ayat di atas terdapat dua tafsiran di kalangan pakar tafsir.
Tafsiran pertama: “… kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya”, yang dimaksud sebelum kematiannya adalah sebelum kematian Isa. Maksudnya adalah sebagaimana penjelasan Ibnu Jarir Ath Thobari, “Mereka seluruhnya akan membenarkan Nabi Isa ketika ia turun ke dunia untuk membunuh Dajjal. Sehingga ketika itu agama hanya ada satu yaitu agama Islam yang lurus, agama Ibrahim.”6
Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah sebelum kematian Isa bin Maryam.
Abu Malik mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ketika Isa bin Maryam turun, yaitu tidak ada satu pun ahli kitab yang tersisa kecuali mereka akan beriman pada Nabi Isa.
Al Hasan mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah sebelum kematian Isa dan -demi Allah- Isa saat ini masih hidup, berada di sisi Allah. Ketika beliau turun lagi ke bumi, semua pasti akan mengimani beliau.
Qotadah mengatakan maksud ayat ini adalah sebelum kematian Isa dan jika beliau turun ke muka bumi, semua agama akan beriman pada beliau.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa ketika Isa bin Maryam turun lagi ke bumi, ia akan membunuh Dajjal. Lalu tidak akan tersisa lagi seorang pun Yahudi kecuali akan beriman padanya.
Ath Thobari mengatakan, “Jika Isa turun ke muka bumi, maka orang Yahudi akan beriman padanya.”
Tafsiran kedua: “… kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya”, yang dimaksud adalah sebelum kematian ahli kitab tersebut.
Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan, “Setiap orang yang didatangi maut (kematian), jiwanya tidak akan lepas sampai jelas padanya kebenaran dari kebatilan yang ada dalam agamanya.”
Ibnu ‘Abbas mengatakan tentang maksud ayat di atas bahwa tidaklah seorang Yahudi itu mati kecuali mereka akan beriman kepada Isa.
Ibnu ‘Abbas juga mengatakan bahwa tidaklah seorang Yahudi itu mati kecuali ia akan bersaksi bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah, walaupun ia dalam keadaan diancam dengan pedang.
Mujahid mengatakan tentang maksud ayat di atas bahwa setiap ahli kitab akan beriman kepada Isa sebelum kematian ahli kitab tersebut.7
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan bahwa menurut tafsiran ini, setiap ahli kitab yang akan didatangi maut (kematian), ia telah jelas kebenaran sebenarnya. Ia pun akan beriman pada Isa ‘alaihis salam, akan tetapi iman ketika itu tidaklah manfaat karena itu hanyalah iman karena terpaksa. Maka maksud ayat ini adalah sebagai ancaman bagi ahli kitab bahwa mereka akan menyesal sebelum kematian mereka. Bagaimanakah lagi nasib mereka pada saat dibangkitkan pada hari kiamat nanti?!8
Di antara dua tafsiran di atas yang lebih tepat adalah tafsiran pertama. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,
“Tidak ragu lagi bahwa pendapat (tafsiran pertama) itulah yang lebih tepat. Karena tafsiran ini adalah maksud dari konteks ayat sebelumnya yang membicarakan mengenai keyakinan Yahudi bahwa mereka telah membunuh Isa dan menyalibnya. Orang-orang Nashrani yang jahil pun membenarkan hal ini. Lalu Allah memberitahukan bahwa keadaan senyatanya adalah tidak demikian. Sesungguhnya yang dibunuh adalah yang diserupakan dengan Isa dan mereka tidak mengetahui hal ini. Allah mengabarkan bahwa Isa akan diangkat ke langit, beliau masih hidup dan akan turun sebelum hari kiamat sebagaimana diceritakan dalam banyak hadits (hadits mutawatir).”9
Ayat ketiga: Firman Allah Ta’ala,
فَإِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّى إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّى تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ وَالَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَلَنْ يُضِلَّ أَعْمَالَهُمْ
“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. ” (QS. Muhammad: 4)
Al Baghowi menjelaskan salah satu tafsiran ayat di atas, “Mereka mengalahkan orang-orang musyrik dengan membunuh dan memenjara mereka sampai seluruh agama yang ada memeluk Islam. Seluruh agama akhirnya milik Allah. Dan setelah itu tidak ada lagi jihad dan tidak ada lagi peperangan. Hal ini terjadi ketika turunnya Isa bin Maryam (di akhir zaman).”10
Hadits yang Berbicara Tentang Turunnya Isa bin Maryam
Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir, hadits yang membicarakan mengenai turunnya Nabi Isa di akhir zaman adalah hadits yang mutawatir (mutawatir makna) yaitu terdiri dari banyak hadits dan membicarakan satu maksud yaitu bahwa Nabi Isa akan turun menjelang hari kiamat.11
Dalam kesempatan yang lain, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Hadits-hadits tersebut (yang membicarakan turunnya Isa di akhir zaman, pen) adalah hadits yang mutawatir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari riwayat Abu Hurairah, Ibnu Mas’ud, Utsman bin Abil ‘Ash, Abu Umamah, An Nawas bin Sam’an, Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Mujammi’ bin Jariyah, Abu Sarihah, dan Hudzaifah bin Usaid.”12
Di antara bukti dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu dari Abu Hurairah, beliau bersabda,
« وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ ، لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلاً ، فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ ، وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ ، وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ ، وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ ، حَتَّى تَكُونَ السَّجْدَةُ الْوَاحِدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا » . ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ ( وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلاَّ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا )
“Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya. Sebentar lagi Isa bin Maryam akan turun di tengah-tengah kalian sebagai hakim yang adil. Beliau akan menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus jizyah (upeti)13, harta semakin banyak dan semakin berkah sampai seseorang tidak ada yang menerima harta itu lagi (sebagai sedekah, pen), dan sujud seseorang lebih disukai daripada dunia dan seisinya.” Abu Hurairah lalu mengatakan, “Bacalah jika kalian suka:
وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا
“Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” (QS. An Nisa': 159)”14
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ – قَالَ – فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ -صلى الله عليه وسلم- فَيَقُولُ أَمِيرُهُمْ تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُولُ لاَ. إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ. تَكْرِمَةَ اللَّهِ هَذِهِ الأُمَّةَ
“Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang berperang memperjuangkan kebenaran dan meraih kemenangan hingga hari kiamat.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, “Kemudia Isa bin Maryam turun ke muka bumi. Lalu pemimpin mereka-mereka tadi mengatakan pada Isa, “Jadilah imam shalat bersama kami.” “Tidak. Sesungguhnya di antara kalian sudah menjadi pemimpin bagi yang lain. Allah betul-betul telah memuliakan umat ini”, jawab Isa.”15
Dan masih banyak sekali hadits-hadits yang membicarakan mengenai hal ini, bahkan sampai derajat mutawatir (jalur yang sangat banyak). Insya Allah akan dipaparkan lagi ketika penjelasan ciri-ciri Isa bin Maryam dan misinya ketika turun kembali ke muka bumi.
Berita Turunnya Isa di Akhir Zaman Menjadi Konsensus Para Ulama
Di samping beberapa ayat Al Qur’an dan hadits membenarkan bahwa Isa bin Maryam akan turun di akhir zaman, turunnya beliau ke muka bumi juga didasari pada ijma’ (konsensus atau kesepakatan) ulama. Yang menyelisihi pendapat ini hanyalah orang yang “nyleneh” perkataannya dan tidak perlu dianggap.
As Safarini mengatakan, “Umat Islam telah sepakat bahwa Isa betul-betul akan turun kembali dan tidak ada satu pun yang menyelisihi pendapat ini. Yang mengingkari hal ini hanyalah para filosof dan kelompok yang menyimpang. Mereka-mereka ini sebenarnya tidak perlu dianggap perkataannya. Para ulama telah menyepakati hal ini dan mereka yakini bahwa Isa akan berhukum dengan syariat Muhammad dan bukan membawa ajaran baru yang berdiri sendiri ketika ia turun dari langit.”16
Setelah pemaparan berbagai dalil tadi, maka hal ini menunjukkan bahwa turunnya Nabi Isa ke muka bumi setelah sebelumnya diangkat ke langit adalah suatu keniscayaan. Sehingga orang-orang yang menafikan dan tidak meyakini hal ini sangat jauh dari kebenaran.

Cari Blog Ini

Wikipedia

Hasil penelusuran