Powered By Blogger

Selasa, 05 Mei 2015

Salah Kaprah dengan Alkohol dan Khomr

Salah Kaprah dengan Alkohol dan Khomr


Pembahasan ini adalah lanjutan pembahasan yang mengangkat tema “Menjawab Kerancuan Seputar Alkohol“. Saat ini kita akan membahas lebih jauh mengenai alkohol. Banyak sekali di antara kaum muslimin yang tidak bisa membedakan antara alkohol, etanol dan minuman beralkohol. Akhirnya ia pun  jadi ragu mengkonsumsi berbagai macam bahan yang mengandung alkohol. Alangkah lebih baiknya agar mendapat kejelasan, silakan simak dalam pembahasan berikut.
***
Alkohol[1] sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut grain alkohol; dan kadang untuk minuman yang mengandung alkohol (minuman beralkohol). Hal ini disebabkan karena memang etanol merupakan komponen utama dari bagian alkohol (bukan methanol atau grup alkohol lainnya) yang terdapat dalam minuman tersebut.[2] Begitu juga dengan alkohol yang digunakan dalam dunia farmasi. Alkohol yang dimaksudkan adalah etanol. Namun, sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas.
Dalam kimia, alkohol adalah istilah yang lebih umum untuk senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain. Dilihat dari gugus fungsinya ini, alkohol memiliki banyak golongan. Golongan yang paling sederhana adalah metanol  dan etanol. Sampai yang rumit seperti cyclohexanol (digunakan di industry nilon) yang membentuk cincin, juga sorbitol (pemanis yang sering kita jumpai di minuman manis berkemasan)  yang berupa makromolekul.
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap (volatile), mudah terbakar (flammable), tak berwarna (colorless), memiliki wangi yang khas dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan “Et” merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).[3]
Dari penjelasan di atas, ringkasnya alkohol digunakan untuk tiga istilah:
Pertama: Alkohol untuk senyawa kimia yang memiliki gugus fungsional –OH, dan senyawanya biasa diakhiri kata alkohol atau –nol.
Contohnya, kandungan alkohol dalam madu lebah adalah: benzyl alkohol, beta-methallyl alkohol, ethanol, isobutanol, 2-butanol, 2-methyl-1-butanol, 3-methyl-1-butanol, 3-methyl-1-butanol, 3-pentanol, n-butanol, n-pentanol, n-propanol, phenylethyl alkohol.
Kedua: Alkohol biasa digunakan untuk menyebut etanol. Semacam yang biasa kita temui dalam parfum, mouth wash, deodorant, kosmetik, dsb.
Ketiga: Alkohol untuk minuman keras. Minuman ini biasa disebut minuman beralkohol (alkohol beverage) atau alkohol saja, dan sifatnya memabukkan. Di dalam minuman ini terdapat unsur etanol, namun bukan keseluruhannya.
Untuk istilah yang ketiga sudah jelas keharamannya karena ia termasuk khomr. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, “Setiap yang memabukkan adalah khomr. Setiap yang memabukkan pastilah haram.”
Lalu bagaimana dengan alkohol pada istilah pertama dan kedua. Apakah dihukumi sama?
Inilah sebenarnya letak kesalahpahaman kebanyakan orang saat ini. Mereka tidak bisa membedakan tiga alkohol ini sehingga asal pukul rata. Pokoknya setiap makanan dan minuman yang ada alkohol atau etanol dihukumi haram.
Sebelum membahas lebih mendalam tentang alkohol point pertama dan kedua, terlebih dahulu kita lihat ulasan alkohol (etanol) secara umum.[4]
Proses Pembuatan Alkohol (Etanol)
Alkohol (etanol) dapat diproduksi melalui dua cara:
  1. Cara petrokimia (proses dari bahan bakar fosil) melalui hidrasi etilena. Etanol hasil hidrasi ini biasa digunakan sebagai feedstock (bahan sintesis) untuk menghasilkan bahan kimia lainnya atau sebagaisolvent (pelarut).
  2. Cara biologis melalui fermentasi gula dengan ragi (yeast).
Etanol untuk dikonsumsi manusia (seperti minuman beralkohol[5]) dan kegunaan bahan bakar diproduksi dengan cara fermentasi. [6]
Minuman beralkohol dibuat dengan cara fermentasi dari bahan baku yang mengandung gula cukup tinggi. Bahan baku yang umum dipakai adalah biji-bijian (seperti jagung, beras, gandum dan barley), umbi-umbian (seperti kentang dan ubi kayu), buah-buahan (seperti anggur, apel, pear, cherry), tanaman palem (seperti aren, kelapa, siwalan, nipah), gula tebu dan gula bit, serta tetes gula. Khusus bahan baku biji-bijian, sebelum proses fermentasi berlangsung, bahan-bahan tersebut diproses terlebih dahulu dengan cara merendamnya sampai menjadi kecambah, kemudian direbus dan diproses menjadi bubur dan dimasak kembali.
Ragi yang umum digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae. Ragi ini mengeluarkan enzim yang digunakan untuk memecah gula seperti glucose maupun fructose menjadi etanol dan karbon dioksida
Proses utamanya adalah :
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2
Namun fermentasi tidaklah sesederhana ini, disamping menghasilkan kedua zat tersebut proses ini juga menghasilkan gliserin dan teramat banyak asam organic lainnya.
Lamanya proses fermentasi tergantung kepada bahan dan jenis produk yang akan dihasilkan. Proses pemeraman singkat (fermentasai tidak sempurna) yang berlangsung sekitar 1 – 2 minggu dapat menghasilkan produk dengan kandungan etanol 3 – 8 %. Contohnya adalah produk bir. Sedangkan proses pemeraman yang lebih panjang (fermentasi sempurna) yang dapat mencapai waktu bulanan bahkan tahunan seperti dalam pembuatan wine dapat menghasilkan produk dengan kandungan etanol sekitar 7-18 %.
Kandungan etanol yang dihasilkan dalam fermentasi minuman beralkohol biasanya berkisar sekitar 18% karena pada umumnya ragi tidak dapat hidup pada lingkungan dengan kandungan etanol di atas 18%. Jadi untuk menghasilkan minuman beralkohol dengan kandungan etanol yang lebih tinggi, dilakukan proses distilasi (penyulingan) terhadap produk yang dihasilkan melalui proses fermentasi. Kelompok produk yang dihasilkan dinamakan distilled beverages. Cara produksi yang lain untuk menghasilkan minuman berkadar etanol tinggi adalah dengan cara mencampur produk hasil fermentasi dengan produk hasil distilasi. Contohnya adalah produk port wine dan sherry yang termasuk kelompok fortified wine. Pada produk tertentu, untuk menghasilkan cita rasa yang diinginkan, dapat dilakukan penambahan bahan-bahan tertentu seperti herba, buah-buahan, ataupun bahan flavoring.[7]
Kegunaan Alkohol (Etanol)
  1. Sebagai pelarut (solvent), misalnya pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan.
  2. Sebagai bahan sintesis (feedstock) untuk menghasilkan bahan kimia lain, contohnya sebagai feedstockdalam pembuatan asam asetat (sebagaimana yang terdapat dalam cuka).
  3. Sebagai bahan bakar alternatif. Bahan bakar etanol telah banyak dikembangkan di negara Brasil sejak mereka mengalami krisis energi. Brasil adalah negara yang memiliki industri etanol terbesar untuk memproduksi bahan bakar. Sembilan puluh persen mobil baru di sana, menggunakan bahan bakar hydrous ethanol (terdiri dari 95% etanol dan 5% air).
  4. Untuk minuman beralkohol (alkohol beverage).
  5. Sebagai penangkal racun (antidote).
  6. Sebagai antiseptic (penangkal infeksi).
  7. Sebagai deodorant (penghilang bau tidak enak atau bau busuk).[8]
Kandungan Etanol pada Minuman Beralkohol
Kandungan etanol minuman beralkohol dapat dinyatakan dalam persen volume per volume (% v/v), persen berat per berat (% b/b) atau dinyatakan dalam proof. Nilai proof merupakan rasio 2:1 dibandingkan kandungan etanol dalam persen volume. Contohnya, minuman dengan kandungan etanol 40 % (v/v) sebanding dengan 80 proof.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 86/ Menkes/ Per/ IV/ 77 tentang minuman keras, minuman beralkohol dikategorikan sebagai minuman keras dan dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan persentase kandungan etanol volume per volume pada suhu 20oC.
Golongan A: Minuman dengan kadar etanol 1 – 5 persen.
Golongan B: Minuman dengan kadar etanol lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen.
Golongan C: Minuman dengan kadar etanol golongan C mengandung etanol lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen.[9]
Minuman beralkohol juga dapat dibagi menjadi tiga golongan:
  1. Bir (Beer), 4-6% alkohol
  2. Anggur (Wine), 9-16% alkohol
  3. 3. Spirit, minimal 20% alkohol
Minuman beralkohol yang memiliki kadar alkohol rendah adalah beer dan wine. Keduanya diproduksi melalui fermentasi. Sedangkan minuman alkohol dengan kadar tinggi (spirit) diproduksi dengan cara fermentasi ditambah dengan proses distilasi (penyulingan).[10]
Kandungan beberapa minuman beralkohol dapat dilihat pada tabel berikut :
Jenis Minuman Kandungan Etanol (%)
Bir 3 – 5
Wine 9 – 18
Anggur obat 9 – 18
Liquor Min. 24
Whisky Min. 30
Brandy Min. 30
Genever Min. 30
Cognac Min. 35
Gin Min. 38
Arak Min. 38
Rum Min. 38
Vodka Min. 40
Apakah Semua Minuman Beralkohol Memabukkan?
Ir Muti Arintawati MSi, auditor LP POM MUI mengatakan, “Minuman beralkohol tidak hanya menyebabkan mabuk, akan tetapi pada tingkat tertentu dapat menyebabkan kematian. Pada tingkat kandungan 5-15 % etanol dalam darah peminum akan mengalami kehilangan koordinasi, pada tingkat 15-20 persen etanol menyebabkan keracunan, pada tingkat 30-40 persen peminum hilang kesadaran dan pada tingkat yang lebih tinggi lagi yaitu 50 persen dapat menyebabkan kematian.”[11]
Hasil rapat Komisi Fatwa MUI tahun 2001 menyimpulkan bahwa minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol minimal 1 %  (satu persen).[12]
Menghukumi Alkohol Haruslah Melihat ‘Illah
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, “Khomr diharamkan karena illah (sebab pelarangan) yang ada di dalamnya yaitu karena memabukkan. Jika illah tersebut hilang, maka pengharamannya pun hilang. Karena sesuai kaedah “al hukmu yaduuru ma’a illatihi wujudan wa ‘adaman (hukum itu ada dilihat dari ada atau tidak adanya illah)”. Illah dalam pengharaman khomr adalah memabukkan dan illah ini berasal dari Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan ulama kaum muslimin).”[13]
Sehingga dari sini tidaklah tepat jika dinyatakan bahwa illah diharamkannya khomr karena mengandung alkohol di dalamnya. Alkohol memang komponen penting penyusun khomr. Namun dia bukanlah satu-satunya penyusun dan sebenarnya masih ada komponen lainnya yang sifatnya toksik. Yang lebih tepat jika kita katakan bahwa sebab dilarangnya khomr adalah karena memabukkan. Inilah maksud dari penjelasan hadits Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Moga-moga dipahami hal ini.
Apakah Setiap Alkohol Dihukumi Haram dan Dihukumi Identik dengan Khomr?
Coba kita simak terlebih dahulu penjelasan Syaikh Muhammad Rosyid Ridho dalam Fatawanya hal. 1631, yang dinukil oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin. Ringkasnya, beliau rahimahullah berkata,
“Alkohol adalah zat yang suci dan mensucikan. Alkohol merupakan zat yang sangat urgen dalam dunia farmasi dan pengobatan dalam kedokteran serta pabrik-pabrik. Alkohol telah tercampur dalam banyak obat-obatan. Pengharaman penggunaan alkohol bagi kaum muslimin menghalangi mereka untuk bisa menjadi pakar dalam banyak bidang ilmu dan teknologi. Hal ini malah akan menyebabkan orang-orang kafir unggul atas kaum muslimin dalam bidang kimia, farmasi, kedokteran, pengobatan, dan industri. Pengharaman penggunaan alkohol bisa jadi merupakan sebab terbesar meninggalnya orang-orang yang sakit dan yang terluka atau menyebabkan lama sembuh  atau semakin parah.” Syaikh Ibnu Utsaimin lantas memberi tanggapan, “Ini perkataan yang amat bagus dari beliau rahimahullah.”
Berikut ada penjelasan yang cukup menarik dalam Majalatul Buhuts Al Islamiyyah dari Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’[14].
Soal Kedelapan: Apakah alkohol identik dengan khomr atau tidak? Apa hukum meminum dan mengkonsumsi alkohol dilihat dari kadarnya (kandungannya)? Apakah dia dihukumi najis sebagaimana khomr atau tidak?
Jawab:
Setiap bahan beralkohol mengandung alkohol sebagaimana yang kami ketahui. Akan tetapi kandungan alkohol tersebut untuk setiap bahan tadi bertingkat-tingkat. Tidak setiap bahan yang mengandung alkohol itu memabukkan ketika diminum. Oleh karena itu, jika kandungan alkohol dalam bahan-bahan tadi melebihi batasan tertentu sehingga jika seseorang mengkonsumsinya dalam jumlah banyak bisa membuat mabuk, maka minuman tersebut identik dengan khomr menurut mayoritas ulama sehingga dinamakan dengan khomr. Jika demikian, maka diharamkan meminumnya sedikit ataupun banyak. Peminumnya akan dikenai hukuman had. Juga berlaku pula najis namun masih dalam perselisihan antara ulama. Namun kalau menurut Imam Abu Hanifah dan ulama yang sependapat dengannya, alkohol semacam ini tidaklah dimasukkan dalam definisi khomr, sehingga tidaklah disebut khomr. Akan tetapi, seperti ini tetap mereka larang untuk diminum dalam jumlah banyak, namun tidak berlaku dalam jumlah sedikit.
Jika kandungan alkohol tersebut tidak mencapai kadar yang membuat mabuk ketika diminum dalam jumlah banyak, maka saat ini minuman tersebut tidaklah identik dengan khomr menurut mayoritas ulama. Untuk kondisi ini tidak disebut khomr sehingga tidak diharamkan untuk meminumnya, tidak diharamkan menggunakannya untuk mensucikan sesuatu, tidak diharamkan digunakan untuk parfum dan juga tidak dihukumi najis.
Ukuran bahan yang kandungan alkoholnya jika diminum dalam jumlah banyak dapat memabukkan, ini mesti dilihat dari pendapat para pakar yang ahli dalam hal itu.
Demikian penjelasan yang bisa disampaikan tentang alkohol.
Hanya Allah yang memberi taufik, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Yang menandatangani fatwa ini: Anggota: ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al Ghodyan, Wakil Ketua: ‘Abdur Rozaq ‘Afifi, Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz[15]
Mohon Dibedakan Antara Alkohol (Etanol) dan Minuman Beralkohol
Harus dibedakan antara alkohol sebagai senyawa kimia dan minuman beralkohol. Alkohol yang biasa digunakan dalam minuman keras adalah etanol (C2H5OH).
Berdasarkan “Muzakarah Alkohol Dalam Minuman” di MUI pada tahun 1993, telah didefinisikan bahwa minuman beralkohol (alkoholic beverage) adalah minuman yang mengandung alkohol (etanol) yang dibuat secara fermentasi dari jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, seperti biji-bijian, buah-buahan, dan nira, atau yang dibuat dengan cara distilasi hasil fermentasi yang termasuk di dalamnya adalah minuman keras klasifikasi A, B, dan C (Per. Menkes No. 86/ 1977).
Anggur obat, anggur kolesom, arak obat dan minuman-minuman sejenis yang mengandung alkohol dikategorikan sebagai minuman beralkohol. Apabila suatu minuman sudah dikategorikan sebagai minuman beralkohol, berapapun kadar alkoholnya, maka statusnya haram bagi umat Islam.
Banyak orang menyamakan minuman beralkohol dengan alkohol, sehingga sering yang diharamkan adalah alkoholnya. Padahal tidak ada orang yang akan sanggup meminum alkohol dalam bentuk murni, karena akan menyebabkan kematian.
Alkohol memang merupakan komponen kimia yang terbesar setelah air yang terdapat pada minuman keras, akan tetapi alkohol bukan satu-satunya senyawa kimia yang dapat menyebabkan mabuk, karena banyak senyawa-senyawa lain yang terdapat pada minuman keras yang juga bersifat memabukkan jika diminum pada konsentrasi cukup tinggi. Secara umum, golongan alkohol bersifat narcosis (memabukkan), demikian juga komponen-komponen lain yang terdapat pada minuman keras seperti aseton, beberapa ester, dll. Secara umum, senyawa-senyawa organik mikromolekul dalam bentuk murni juga bersifat racun. [16]
Pembahasan dalam point-point sebelumnya yang kami utarakan adalah mengenai minuman beralkohol, kapan ia bisa dihukumi haram atau tidak. Minuman tersebut dihukumi haram dan statusnya khomr, apabila memabukkan. Jika tidak memabukkan, maka tidak dihukumi haram dan statusnya pada saat ini bukan khomr.
Sekarang permasalahannya bagaimana status etanol jika ia berdiri sendiri? Apakah halal atau haram? Yang kita permasalahkan bukan minuman beralkoholnya, namun tentang status etanol itu sendiri.
Kami ilustrasikan sebagai berikut.
Air kadang bercampur dengan zat lainnya. Kadang air berada di minuman yang halal. Kadang pula air berada pada minuman yang haram (semacam dalam miras). Namun bagaimanakah sebenarnya status air itu sendiri sebagai zat yang berdiri sendiri, tanpa bercampur dengan zat lainnya? Apakah halal? Jawabannya, halal. Karena kita kembali ke hukum asal segala sesuatu adalah halal[17]. Dasarnya adalah firman Allah,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 29)
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” (QS. Al A’rof: 32)
Air ini bisa menjadi haram jika ia sudah berupa campuran, namun yang ditinjau adalah campurannya dan bukan lagi airnya. Misalnya air yang terdapat dalam miras. Pada saat ini, air sudah bercampur dan menjadi satu dengan miras. Dan miras dihukumi haram, termasuk pula air di dalamnya.
Sama halnya kita terapkan untuk etanol. Etanol kadang bercampur dan jadi satu dengan minuman keras. Kadang pula etanol berada dalam cairan etanol yang bercampur dengan air. Bagaimanakah hukum asal etanol ketika berdiri sendiri dan belum bercampur atau menyatu dengan zat lain? Jawabannya, sama dengan air di atas. Kita kembali ke hukum asal bahwa segala sesuatu itu halal. Termasuk juga etanol ketika ia berdiri sendiri.
Nanti masalahnya berbeda ketika etanol tadi bercampur dan menyatu dengan miras. Ketika itu etanol juga bercampur dengan zat asetanilda, propanol, butanol, dan metanol yang kebanyakan bersifat toksik (racun). Pada saat ini, campurannya dihukumi haram karena sifatnya memabukkan, termasuk pula etanol di dalamnya.
Namun bagaimana jika etanol hanya bercampur dengan air. Apakah dihukumi haram? Jawabnya, kembali ke hukum asal yaitu halal. Pada saat ini pula etanol bukan lagi memabukkan. Namun asal etanol adalah toksik (beracun) dan tidak bisa dikonsumsi. Sehingga jika etanol hanya bercampur dengan air, lalu dikonsumsi, maka cuma ada dua kemungkinan bila dikonsumsi, yaitu sakit perut atau mati.
Jika penjelasan ini dipahami, maka sebenarnya permasalahan lainnya mengenai alkohol (etanol) dalam parfum, kosmetik, deodorant, antiseptik, alkohol dalam tape dan teh kombucha dan alkohol dalam obat-obatan, dsb, sudah terjawab. Intinya, alkohol (etanol) dalam bahan-bahan  tadi adalah alkohol yang halal. Sehingga tidak perlu mempermasalahkan berbagai bahan tadi. Karena itu sama saja bercampurnya zat yang halal dalam zat yang halal.
Jadi point penting yang mesti kita ketahui:
  1. Hukum asal etanol jika ia berdiri sendiri dan tidak bercampur dengan zat lain adalah halal.
  2. Etanol bisa berubah statusnya jadi haram jika ia menyatu dengan minuman yang haram seperti miras.
  3. Etanol ketika berada dalam miras, yang dihukumi adalah campuran mirasnya dan bukan etanolnya lagi.
Akibat Menyamakan Setiap Alkohol dengan Khomr
Jika alkohol dikatakan identik dengan khomr, maka ini akibarnya sangat fatal. Jika dikatakan bahwa setiap senyawa yang mengandung gugus –OH adalah khomr, maka ini pemahaman yang sangat merusak. Karena sebagaimana pernah kami sebutkan bahwa madu sendiri mengandung senyawa yang mengandung gugus –OH. Apakah dari sini lantas madu diharamkan.
Begitu pula jika seseorang mengatakan bahwa etanol sama dengan khomr juga fatal. Etanol itu bertingkat-tingkat. Ada etanol yang berada di miras dan bisa dikonsumsi, namun etanol pada asalnya bukanlah zat yang bisa dikonsumsi.
Jika seseorang mengatakan bahwa etanol adalah khomr, akibatnya:
  1. Banyak senyawa kimia lain yang tidak boleh diproduksi dari etanol disebabkan mengatakan bahwa etanol itu khomr. Padahal ada beberapa senyawa kimia yang merupakan turunan dari etanol seperti asetaldehid dan asam asetat (asam cuka).
  2. Pabrik kimia yang memproduksi etanol harus ditutup karena penghasilannya adalah penghasilan yang haram disebabkan memproduksi etanol yang dikatakan khomr. Padahal pabrik etanol di masa mendatang sangat bermanfaat sekali bagi umat manusia. Di antaranya, etanol adalah sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi sebagaimana sekarang banyak dikembangkan di negara Brasil.
Dan masih banyak akibat lainnya jika disalahpahami seperti ini.
Kesimpulan
Alkohol (etanol) dan minuman beralkohol adalah dua hal yang berbeda. Minuman beralkohol sudah pasti memabukkan dan diharamkan sedangkan alkohol  (etanol) belum tentu demikian. Alkohol (etanol) adalah sebagaimana hukum zat pada asalnya yaitu halal. Dia bisa menjadi haram jika memang menimbulkan dampak negatif, memabukkan dan lainnya. Semoga bisa memahami hal ini.
Kalau sudah dipahami hal ini, insya Allah pembahasan selanjutnya akan semakin mudah. Begitu pula seseorang tidak akan menjadi pusing dengan kandungan alkohol yang ada pada beberapa buah, pada antiseptik, pada kosmetik, parfum dan lainnya.
Demikian pembahasan kami mengenai pengetahuan seputar alkohol dan perbedaannya dengan khomr. Semoga Allah memberikan kepahaman dan memberikan ilmu yang bermanfaat.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Alumni Teknik Kimia UGM, 2002-2007)

Senin, 20 April 2015

Kisah Matinya Dajjal di Tangan Nabi Isa.

Kisah Matinya Dajjal di Tangan Nabi Isa
Dalam riwayat Ahmad, dari Aisyah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika Dajjal telah keluar dan saya masih hidup maka saya akan membela (menjaga) kalian, namun Dajjal keluar sesudahku. Sesungguhnya Rabb kalian tidaklah buta sebelah (bermata satu) dan Dajjal akan keluar di Yahudi Ashbahan hingga ia datang ke Madinah dan turun di tepinya yang mana Madinah pada waktu itu memiliki tujuh pintu. Pada setiap pintu terdapat malaikat yang menjaga, lalu akan keluar (menuju) kepada Dajjal sejelek-jelek penduduk madinah darinya hingga ke Syam tepat di kota palestina di pintu Lud." Sesekali Abu Daud berkata, "Hingga Dajjal datang (tiba) di Palestina di pintu Lud, lalu Isa 'alaihis salam turun dan membunuhnya, kemudian Isa 'alaihis salam tinggal di bumi selama empat puluh tahun dan menjadi imam yang adil dan hakim yang adil." [HR. Ahmad]

Selasa, 14 April 2015

Ketika Tertidur, Kemana Perginya Ruh Manusia?




Banyak orang mengatakan bahwa tidur itu adalah kematian sementara manusia. Jika dikatakan mati sementara, lantas kemanakah perginya ruh manusia saat tidur?
Menurut ilmiah penelitian ini belum pernah dilakukan, jikalau dilakukan pasti tidak akan masuk logika karena ruh tersebut merupakan jiwa yang berada di dalam masing-masing manusia yang masih hidup, ruh sendiri tidak berbentuk dan manusia sendiripun tak bisa melihatnya. Simak ulasan berikut.
Dalam surah Az-Zumar ayat 42 Allah berfirman :
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.”
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Allah memegang jiwa-jiwa manusia ketika sedang tidur. Dalam ayat lain, yakni surah Al-Anam ayat 60-61 disebutkan:
“Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.”
Di dalam dua ayat diatas, Allah menyebutkan kata wafat 2 kali, yakni pada kata “yatawaffakum” yang diartikan sebagai kata menidurkan pada ayat diatas, juga pada kata “tawaffathu” yang berarti “diwafatkan”. Hal ini adalah tentang 2 macam wafat, yakni wafat sementara dan wafat selamanya. Hal ini dijelaskan dalam ayat Az-Zumar ayat 42, “maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.”
Karena itulah, ketika kita tidur, menurut sunnah dari Abu Hurairah radliyallaahu anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda :
“Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tempat tidurnya, kemudian kembali lagi, hendaklah ia mengibas-ngibaskan kainnya tiga kali (sebelum tibur pada tempat tidurnya). Sesungguhnya ia tidak mengetahui apa yang terjadi saat ia meninggalkannya. Dan apabila berbaring, hendaklah ia membaca : Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, Rabb-ku, aku meletakkan lambungku (tidur), dan dengan-Mu pula aku mengangkatnya (bangun). Apabila Engkau menahan diriku (mati), sayangilah aku. Namun bila Engkau melepaskannya (hidup), peliharalah ia sebagaimana Engkau telah pelihara dengannya hamba-hamba-Mu yang shalih”. (mozaik.inilah)

Senin, 06 April 2015

Engkau Akan Mengalami 2 Kematian dan 2 Kehidupan

Engkau Akan Mengalami 2 Kematian dan 2 Kehidupan
Sangat bagus sekali jika kita merenungkan sebuah ayat dalam Al Qur’an tepatnya dalam surat Al Mu’min (disebut pula surat Ghofir). Ayat tersebut menyebutkan bahwa masing-masing kita akan menjalani kematian sebanyak dua kali dan kehidupan sebanyak dua kali. Apa yang dimaksud dengan hal tersebut? Simak tulisan berikut.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنَادَوْنَ لَمَقْتُ اللَّهِ أَكْبَرُ مِنْ مَقْتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ إِذْ تُدْعَوْنَ إِلَى الْإِيمَانِ فَتَكْفُرُونَ, قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir diserukan kepada mereka (pada hari kiamat): “Sesungguhnya kebencian Allah (kepadamu) lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri karena kamu diseru untuk beriman lalu kamu kafir”. Mereka menjawab: “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” (QS. Al Mu’min [40]: 11)
Apa yang dimaksud mati dua kali dan hidup dua kali dalam ayat di atas?
Perlu diketahui bahwa ayat ini serupa dengan ayat,
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” (QS. Al Baqarah [2]: 28)
Penjelasan Ulama
Yang dimaksud dengan ayat ini ada beberapa pendapat di kalangan ulama. Penafsiran yang dianggap kuat oleh Ibnul Jauzi sebagai berikut:
Kematian pertama adalah ketika dalam bentuk nuthfah (air mani), ‘alaqoh (segumpal darah) dan mudgoh (sekerat daging). Selanjutnya adalah dihidupkan dalam rahim. Lalu dimatikan lagi setelah hidup di dunia. Lalu akan dihidupkan lagi ketika dibangkitkan pada hari kiamat.
Penafsiran semacam ini dipilih oleh Ibnu ‘Abbas, Qotadah, Muqotil, Al Faro’, Tsa’lab, Az Zujaj, Ibnu Qutaibah, dan Ibnul ‘Ambari. (Lihat Zaadul Masiir, 1/39, Mawqi’ At Tafasir)
Asy Syaukani memberikan penjelasan sedikit berbeda. Beliau rahimahullah mengatakan,
Yang dimaksud dulu kalian dalam keadaan mati adalah waktu sebelum dicipta (belum ada). Karena boleh saja kita mengatakan mati pada sesuatu yang belum ada karena sama-sama tidak memiliki indera.
Kemudian yang dimaksud kalian lalu dihidupkan adalah ketika diciptakan menjadi makhluk.
Selanjutnya yang dimaksud kalian dimatikan kedua kalinya adalah ketika ajal kalian itu datang (dan dimasukkan dalam kubur).
Lalu yang dimaksudkan kalian dihidupkan kedua kalianya adalah ketika hari kiamat saat dibangkitkan.
Yang menafsirkan seperti ini adalah mayoritas sahabat dan ulama setelahnya. Ibnu ‘Athiyah mengatakan bahwa penjelasan ini adalah penafsiran yang dimaksudkan dalam ayat. (Fathul Qodir, 1/62, Mawqi’ Al Islam)
Adh Dhohak menyebutkan perkataan Ibnu ‘Abbas mengenai surat Al Mu’min ayat 11, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Dulu kalian berasal dari tanah sebelum diciptakan. Inilah kematian pertama. Lalu kalian dihidupkan dan diciptakan. Inilah kehidupan pertama. Kemudian kalian dimatikan kembali dan masuk ke alam kubur. Inilah kematian kedua. Kemudian nanti kalian akan dibangkitkan pada hari kiamat. Inilah kehidupan kedua. Itulah dua kematian dan dua kehidupan.” Hal ini sama maknanya dengan surat Al Baqarah ayat 28.
Penafsiran semacam ini diriwayatkan dari As Sudi dengan sanadnya, dari Abu Malik, dari Abu Sholih, dari Ibnu ‘Abbas; juga diriwayatkan dari Murroh, dari Ibnu Mas’ud dan dari beberapa sahabat. Begitu pula diriwayatkan dari Abul ‘Aliyah, Al Hasan Al Bashri, Mujahid, Qotadah, Abu Sholihk, Adh Dhohak, ‘Atho’ Al Khurasani semacam ini pula. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 1/331-332, Muassasah Al Qurthubah)
Renungan
Penjelasan ini menunjukkan bahwa kita akan mengalami kematian kedua yang entah kapan datangnya dan di mana datangnya. Kita pun dengan yakin akan menghadapi kehidupan kedua saat dibangkitkan. Sedangkan kematian pertama sudah kita lalui. Adapun kehidupan pertama sedang kita jalani saat ini.
Sungguh ayat-ayat berikut bisa sebagai renungan berharga. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.” (QS. Al Jumu’ah [62] : 8)
Kematian akan tetap menghampiri seseorang, walaupun dia berusaha bersembunyi di dalam benteng yang kokoh. Allah Ta’ala berfirman,
أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الموت وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An Nisa’ [4] : 78)
Jadi, kematian (maut) adalah benar adanya.
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.” (QS. Qaaf [50] : 19)
Manfaatkanlah umur yang Allah berikan dengan sebaik-baiknya, janganlah sia-siakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Ambillah lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan,
كَفَى بِالمَوْتِ وَاعِظًا
“Cukuplah kematian sebagai peringatan (berharga).” (Diriwayatakan oleh Al Baihaqi dalam Az Zuhd)
Dengan ingat akan mati, seseorang akan bersegera beramal dan tidak panjang angan-angan. Semoga risalah singkat ini bisa sebagai pengingat yang berharga.

Hari Akhir, Tahapan Akhir Kehidupan Manusia

Hari Akhir, Tahapan Akhir Kehidupan Manusia
Saudaraku seislam -yang semoga selalu mendapatkan rahmat dan taufik Allah Ta’ala-. Di antara rukun iman yang wajib diimani oleh seorang muslim adalah beriman kepada hari Akhir. Disebut hari akhir karena tidak ada lagi hari sesudahnya.
Setiap manusia akan menghadapi lima tahapan kehidupan yaitu mulai dari [1] sesuatu yang tidak ada, kemudian [2] berada dalam kandungan, kemudian [3] berada di alam dunia, kemudian [4] memasuki alam barzakh (alam kubur) dan terakhir [5] memasuki kehidupan akhirat. Dan hari akhir inilah tahapan akhir kehidupan manusia. (Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, Ibnu Utsaimin, 352)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Aqidah Wasithiyah mengatakan bahwa bentuk keimanan kepada hari akhir adalah beriman mengenai perkara-perkara setelah kematian sebagaimana yang telah diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Keimanan ini mencakup keimanan kepada cobaan (pertanyaan) di alam kubur, adzab dan nikmat kubur, hari berbangkit dan dikumpulkannya manusia di padang mahsyar, penimbangan amalan, pembukaan catatan amal, hisab (perhitungan), Al Haudh (telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), Shiroth (jembatan), syafa’at, surga dan neraka. (Lihat Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Yazid bin Abdil Qodir Jawas, 176)
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas sebagian dari keimanan di atas. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
Keimanan terhadap Hari Berbangkit
Saudaraku, setelah sangkakala ditiup dengan tiupan pertama, maka semua yang berada di langit dan di bumi akan mati kecuali yang dikehendaki Allah. Lalu disusul dengan tiupan yang kedua, maka manusia akan segera bangkit untuk menunggu keputusannya masing-masing. Itulah hari berbangkit.
Kebangkitan adalah kebenaran yang pasti, kebenaran yang ditunjukkan oleh Al-Kitab, As-Sunnah dan berdasarkan kesepakatan umat Islam. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),“Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat”. (QS. Al-Mu’minun [23] : 15-16). Orang yang bertakwa yang mentauhidkan, mentaati Allah dan Rasul-Nya akan dikumpulkan sebagai tamu terhormat, sedangkan orang yang durhaga karena berbuat syirik dan maksiat akan digiring dalam keadaan kehausan seperti hewan ternak. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),”(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai utusan terhormat dan Kami akan menggiring orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga.” (QS. Maryam [19] : 85-86). Sufyan Ats Tsauri mengatakan mereka (orang beriman) akan datang dengan mengendarai unta betina –semoga Allah memudahkan kondisi kita kelak seperti ini-. (Lihat Ma’arijul Qobul, II/186 dan Aysarut Tafasir, 741)
Perhatikanlah kondisi manusia tatkala hari dikumpulkannya mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya),“Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dihimpun menghadap Allah Ta’ala dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang (tidak berpakaian) dan tidak disunat (dikhitan)”. (HR. Bukhari & Muslim). Urusan pada hari itu sangat menyibukkan dan tidak mungkin satu sama lain saling memandang aurat yang lainnya. Aisyah radhiyallahu ‘anha tatkala mendengar sabda Nabi ini, dia mengatakan,”Ya Rasulullah, apakah kami satu sama lain saling memandangi aurat?” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan firman Allah Ta’ala (yang artinya),”Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. ‘Abasa [80] : 37) (HR. Tirmidzi, hasan shohih. Lihat Ma’arijul Qobul II/185)
Keimanan terhadap Adanya Hisab (Perhitungan)
Hisab adalah diperlihatkannya amalan manusia oleh Allah Ta’ala. Hal ini adalah suatu yang pasti dan tidak boleh diingkari. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya kepada Kamilah mereka kembali, kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka” (QS. Al Ghasyiyah [88]: 25-26).
Bagaimana seorang mukmin dihisab? Allah akan bersendirian dengan seorang mukmin tanpa seorang pun yang melihatnya. Allah akan membuatnya mengakui dosa-dosanya dengan mengatakan kepadanya : “Engkau telah melakukan demikian dan demikian … ” sehingga dia mengakui dan mengenal dosa-dosanya itu. Kemudian Allah katakan,”Aku tutup dosamu di dunia dan Aku mengampunimu hari ini.” Lalu bagaimana dengan orang-orang kafir? Orang-orang kafir, mereka tidak akan dihisab (diperhitungkan) sebagaimana orang yang ditimbang kebaikan dan kejelakannya karena kebaikan orang kafir tidak teranggap. (Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, 383)
Ingatlah! Setiap perbuatan dan tingkah laku kita hingga yang remeh sekalipun akan dicatat pada kitab amalan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),”Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun juga.” (QS. Al Kahfi [18] :49). Kitab tersebut akan memuat amalan kebaikan dan kejelekan yang telah kita lakukan di dunia. Kitab tersebut akan diambil di sisi kanan dan kiri. Maka sungguh beruntung orang mukmin yang mendapat kitab tersebut dengan tangan kanannya dan dia akan sangat berbahagia. Dan sangat merugilah orang kafir yang mendapatkan catatan amalnya dengan tangan kirinya dan dia akan celaka.
Setiap orang bersama dengan amalan dan kitab amalannya akan ditimbang di suatu mizan (timbangan) yang memiliki dua daun timbangan. “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.” (QS. Al Qari’ah [101] : 6-9)
Keimanan terhadap Surga dan Neraka
Sebelum memasuki surga atau neraka, manusia akan melewati Shiroth yaitu jembatan yang direntangkan di atas neraka jahannam yang akan dilewati ummat manusia. Orang beriman akan berjalan melalui shiroth sesuai dengan amalan mereka sedangkan orang kafir langsung masuk dalam neraka tanpa melewati shiroth. Di antara mereka ada yang berjalan sekejap mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat hembusan angin, ada pula yang berjalan secepat kuda, ada pula yang berjalan seperti penunggang unta, ada yang dengan berlari, ada yang dengan berjalan santai, ada yang dengan merangkak, dan ada pula yang jatuh dalam neraka, na’udzu billah.
Berjalan di shiroth tersebut bukanlah ikhtiyar (usaha) manusia. Seandainya hal itu merupakan usaha mereka, tentu mereka akan berjalan melewati shiroth dengan cepat. Akan tetapi mereka hanya bisa melewatinya tergantung dari amalannya di dunia. Barangsiapa yang bersegera melakukan amalan sesuai dengan petunjuk Rasul, maka dia akan semakin cepat dalam melewati shiroth. Sebaliknya barangsiapa yang semakin lambat dalam melakukan amalan, maka dia akan semakin lambat pula dalam melewati shiroth. Ingatlah ‘al jaza’ min jinsil ‘amal’ (Balasan itu tergantung dari amal perbuatan)! (Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, 386-387)
Barangsiapa yang selamat melewati shiroth ini maka dia akan masuk surga. Dan yang pertama kali meminta dibukakan pintu surga adalah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ada yang masuk ke surga sebelum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. Muslim). Dan umat yang pertama kali akan memasuki surga adalah umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu apakah surga dan neraka saat ini sudah ada? Menurut aqidah yang benar, surga dan neraka saat ini sudah ada sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya),”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran [3] : 133) dan firman Allah Ta’ala yang artinya,”Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang telah disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (QS. Ali Imran [3] : 131)
Lihatlah bagaimana indahnya surga yang tidak bisa dibayangkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,”Surga itu disediakan bagi orang-orang sholih, kenikmatan di dalamnya tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pula pernah terlintas dalam hati. Maka bacalah jika kalian menghendaki firman Allah Ta’ala (yang artinya),”Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As Sajdah [32] : 17) (HR. Bukhari & Muslim)
Dan lihatlah dahsyatnya neraka sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,”Panas api kalian di dunia hanya 1/70 bagian dari panas api jahannam.” (HR. Bukhari). Subhanallah!! Berarti sangat dahsyat sekali siksaan di dalamnya.
Saudaraku, ingatlah akan hari di mana kita akan dikembalikan kepada Dzat yang telah menciptakan kita, hari di mana semua perbuatan kita akan dihisab. Maka renungkanlah perkataan sahabat Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, ”Sesungguhnya hari ini adalah hari beramal dan bukanlah hari hisab (perhitungan), sedangkan besok (di akhirat, pen) adalah hari hisab (perhitungan) dan bukanlah hari beramal lagi.” (HR. Bukhari secara mu’allaq, Ma’arijul Qobul II/106)

Akibat Utama Laki-Laki Yang Diajak ke Neraka oleh Wanita

MC36
Di akhirat nanti ada 4 golongan lelaki yang akan ditarik masuk ke neraka oleh wanita. Lelaki itu adalah mereka yang tidak memberikan hak kepada wanita dan tidak menjaga amanah itu. Mereka ialah:
1. Ayahnya
Apabila seseorang yang bergelar ayah tidak mempedulikan anak-anak perempuannya didunia. Dia tidak memberikan segala keperluan agama seperti mengajar sholat,mengaji dan sebagainya Dia membiarkan anak-anak perempuannya tidak menutup aurat. Tidak cukup kalau dengan hanya memberi kemewahan dunia sahaja. Maka dia akan ditarik ke neraka oleh anaknya.
(PESAN :  Duhai lelaki yang bergelar ayah, bagaimanakah hal keadaan anak perempuanmu sekarang? Adakah kau mengajarnya bersholat, menutup aurat? Pengetahuan agama? Jika tidak cukup salah satunya, maka bersedialah untuk menjadi bahan bakar neraka jahannam.)
2. Suaminya
Apabila sang suami tidak mempedulikan tindak tanduk isterinya. Bergaul! bebas di pejabat, memperhiaskan diri bukan untu suami tapi untuk pandangan kaum lelaki yang bukan mahram. Apabila suami mendiam diri walaupun seorang yang alim dimana sholatnya tidak pernah bertangguh, maka dia akan turut ditarik oleh isterinya bersama-sama ke dalam neraka.
(PESAN : Duhai lelaki yang bergelar suami, bagaimanakah hal keadaan isteri tercintamu sekarang? Dimanakah dia?
Bagaimana akhlaknya? Jika tidak kau menjaganya mengikut ketetapan syari’at, maka terimalah hakikat yang kau akan sehidup semati bersamanya di ‘taman’ neraka sana.)
3. Abang-abangnya
Apabila ayahnya sudah tiada, tanggungjawab menjaga maruah wanita jatuh ke bahu abang-abangnya dan saudara lelakinya. Jikalau mereka hanya mementingkan keluarganya sahaja dan adiknya dibiar melenceng dari ajaran Islam,tunggulah tarikan adiknya di akhirat kelak.
(PESAN : Duhai lelaki yang mempunyai adik perempuan, jangan hanya menjaga amalmu, dan jangan ingat kau terlepas… Kau juga akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, jika membiarkan adikmu bergelimang dengan maksiat dan tidak menutup aurat.)
4. Anak-anak lelakinya
Apabila seorang anak tidak menasihati seorang ibu perihal kelakuan yang haram disisi Islam. Bila ibu membuat kemungkaran mengumpat, memfitnah, mengatai dan sebagainya, maka anak itu akan disoal dan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak dan nantikan tarikan ibunya ke neraka.
(PESAN : Duhai anak-anak lelaki, sayangilah ibumu…. Nasihatilah dia jika tersalah atau terlupa karena ibu juga insan biasa, tidak lepas dari melakukan dosa… Selamatkanlah dia dari menjadi ‘kayu api’ neraka. Jika tidak, kau juga akan ditarik menjadi penemannya.)
Lihatlah…..betapa hebatnya tarikan wanita bukan sahaja di dunia malah di akhirat pun tarikannya begitu hebat. Maka kaum lelaki yang bergelar ayah/suami/abang atau anak harus memainkan peranan mereka.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Hai anak Adam, peliharalah diri kamu serta ahlimu dari api neraka dimana bahan bakarnya ialah manusia, jin dan batu-batu….”

Neraka Haram bagi yang Mengucapkan Laa Ilaha Illallah

Neraka Haram bagi yang Mengucapkan Laa Ilaha Illallah.
Mengucapkan kalimat laa ilaha illallah begitu mudahnya di lisan. Namun sebenarnya tidak cukup seperti itu. Karena mengucapkannya tanpa diiringi keyakinan, mengucapkan tapi malah gemar mewariskan kesyirikan, tentu tiada manfaat. Kalimat tersebut baru bermanfaat ketika diyakini maknanya, diucapkan lalu dijalankan konsekuensinya dengan mentauhidkan Allah dan menjauhi perbuatan syirik.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari ‘Itban bin Malik bin ‘Amr bin Al ‘Ajlan Al Anshori, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
“Sesungguhnya Allah mengharamkan dari neraka, bagi siapa yang mengucapkan laa ilaha illallah (tiada sesembahan yang benar disembah selain Allah) yang dengannya mengharap wajah Allah” (HR. Bukhari no. 425 dan Muslim no. 33).
Maksud hadits di atas bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan barangsiapa mengucapkan kalimat laa ilaha illallah dengan ikhlas dan melaksanakan konsekuensinya yaitu menjauhi kesyirikan dan mengamalkan kalimat tadi secara lahir dan batin, dan mati dalam keadaan demikian, maka neraka tidak akan menyentuhnya pada hari kiamat kelak. Demikian kata Syaikhuna Dr. Sholih Al Fauzan dalam kitab beliau Mulakhos fii Syarh Kitab Tauhid, hal. 28.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim Al Hambali berkata, “Hadits ini menunjukkan hakikat makna laa ilaha illallah. Barangsiapa yang mengucapkan kalimat tersebut dengan mengharap wajah Allah, maka ia harus mengamalkan konsekuensi kalimat tersebut yaitu mentauhidkan Allah dan menjauhi kesyirikan. Balasannya bisa diperoleh jika terpenuhinya syarat dan terlepasnya halangan.” (Hasyiyah Kitab Tauhid, hal. 28).
Penulis Fathul Majid -Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh- menyampaikan perkataan yang patut kita ingat, “Kebanyakan orang mengucapkan kalimat laa ilaha illallah namun tidak ikhlas kepada Allah. Banyak yang mengucapnya namun hanya ikut-ikutan dan sekedar jadi adat kebiasaan, namun tidak pernah dirasakan lezatnya iman di hati kala keluar di lisan. Dan kebanyakan yang disiksa di alam kubur adalah orang-orang semacam ini yaitu sebagaimana dikatakan dalam hadits “Aku mendengar orang-orang mengucapkannya, maka aku pun ikut mengucapkannya”. Jadi mayoritas amalan orang semacam ini hanyalah taqlid buta (ikut-ikutan saja) dan mengekor orang-orang semisalnya. Mereka semisal yang dikatakan dalam firman Allah,
إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ
“Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka” (QS. Az Zukhruf: 23).” (Fathul Majid, hal. 62). Nas-alullah salamah min hadzal fitan, kita memohon kepada Allah keselamatan dari fitnah semacam ini.
Jadi, mengucapkan kalimat tersebut bukan hanya di lisan, namun hendaknya diiringi dengan keyakinan di hati, lalu ditambah menjalankan konsekuensi kalimat tersebut dengan mentauhidkan Allah dan menjauhi segala macam syirik.
Beberapa faedah yang bisa digali dari hadits di atas:
1- Menunjukkan keutamaan orang yang bertauhid dan tidak berbuat syirik bahwasanya ia akan diselamatkan dari siksa neraka dan juga dihapuskan dosa.
2- Iman tidaklah cukup dengan ucapan namun harus diiringi dengan i’tiqod (keyakinan) dalam hati. Jika hanya diucap saja, tidak di batin, maka itu sama halnya dengan orang munafik.
3- Iman juga tidak bermanfaat jika hanya i’tiqod (keyanikan) di hati tanpa ada ucapan sebagaimana keadaan orang-orang jaahid (yang menentang).
4- Neraka haram bagi orang yang memiliki tauhid yang sempurna.
5- Amal tidaklah bermanfaat jika tidak diiringi dengan ikhlas mengharap wajah Allah dan mengikuti sunnah Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
6- Barangsiapa mengucapkan kalimat laa ilaha illalah namun ia beribadah kepada selain Allah sebagaimana halnya ibadah quburiyun, maka tidak bermanfaat kalimat tersebut.
7- Allah memiliki sifat wajah yang layak bagi Allah sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya.

Kamis, 19 Maret 2015

Pekerjaan yang Halal bukan pekerjaan yang asal-asalan, bukan pekerjaan yang mudah mengalirkan uang. Yang terpenting berkahnya dan kehalalannya. Perbaguslah Cara Mencari Rezeki

Mencari Pekerjaan yang Halal
Seorang muslim dituntut untuk mencari pekerjaan yang halal, bukan pekerjaan yang asal-asalan, bukan pekerjaan yang mudah mengalirkan uang. Yang terpenting berkahnya dan kehalalannya.
Perbaguslah Cara Mencari Rezeki
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani).
Dalam hadits tersebut terdapat dua maslahat yang diperintahkan untuk dicari yaitu maslahat dunia dan maslahat akhirat. Maslahat dunia dengan pekerjaan yang halal, maslahat akhirat dengan takwa.
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan alasan kenapa dua hal itu digabungkan. Beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan antara maslahat dunia dan akhirat dalam hadits “Bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki.” Nikmat dan kelezatan akhirat bisa diraih dengan ketakwaan pada Allah. Ketenangan hati dan badan serta tidak rakus dan serakah pada dunia, dan tidak ada rasa capek dalam mengejar dunia, itu bisa diraih jika seseorang memperbagus dalam mencari rezeki.
Oleh karenanya, siapa yang bertakwa pada Allah, maka ia akan mendapatkan kelezatan dan kenikmatan akhirat. Siapa yang menempuh jalan yang baik dalam mencari rezeki (ijmal fii tholab), maka akan lepas dari rasa penat dalam mengejar dunia. Hanyalah Allah yang memberikan pertolongan.” (Lihat Al Fawaid, hal. 96).
Berarti jika kita mendapatkan keuntungan dunia dan akhirat serta tidak ada rasa letih dalam mencari nafkah, maka cukupkanlah diri pada pekerjaan yang halal.
Jatah Rezeki Tetap Ada
Dari Ibnu Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ رُوْحَ القُدُسِ نَفَثَ فِي رَوْعِي إِنَّ نَفْسًا لاَ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقُهَا ، فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ ، وَلاَ يَحْمِلَنَّكُمْ اِسْتَبْطَاءَ الرِّزْقُ أَنْ تَطْلُبُوْهُ بِمَعَاصِي اللهَ ؛ فَإِنَّ اللهَ لاَ يُدْرِكُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ
”Sesungguhnya ruh qudus (Jibril), telah membisikkan ke dalam batinku bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan Thabrani dalam Al Mu’jam Al Kabir 8: 166, hadits shahih. Lihat Silsilah As Shahihah no. 2866)
Hadits di atas ini sebagai penjelas bahwa yang dimaksud memperbagus dalam mencari rezeki adalah bekerja dengan mencari yang halal.

Sesungguhnya hanya orang-orang sabar yang Bersabarlah yang di cukupkan pahala mereka tanpa batas

Keadaan dalam Menghadapi Musibah
Bagaimana kita bisa bersabar dalam menghadapi musibah? Bagaimana keadaan manusia dalam menghadapi musibah? Pasti ada keadaan yang tercela dan ada yang terpuji.
Keadaan Manusia dalam Menghadapi Musibah
Para ulama menyebutkan bahwa seseorang dalam menghadapi musibah ada empat keadaan.
Keadaan pertama adalah murka (marah) yaitu seseorang menampakkan rasa marah baik pada lisan, hati atau anggota badannya. Seseorang yang murka pada Allah dalam hatinya yaitu dia merasa benci (murka) pada Allah dan dia merasa bahwa Allah telah menzaliminya dengan ditimpakan suatu musibah. –Kita berlindung pada Allah dari perbuatan semacam ini-
Adapun seseorang merasa murka lisannya seperti dia mencaci maki waktu (masa) sehingga menyakiti Allah.
Dalam shohih Muslim, dibawakan Bab dengan judul ’larangan mencela waktu (ad-dahr)’. Di antaranya terdapat hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
”Allah ’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim no. 6000)
Sedangkan murka dengan anggota badannya adalah seperti seseorang menampar-nampar pipinya, memukul-mukul kepalanya sampai merobek-robek bajunya atau semacam itu.
Inilah yang dilakukan oleh orang-orang Syiah ketika bulan Muharram tepatnya pada hari Asyura dalam rangka meratapi kematian Husein. Mereka tidak bersabar, malah memukul-mukul bahkan mengeluarkan darah dari badan-badan mereka. Ini bukanlah sabar, namun perbuatan semacam ini berarti murka terhadap musibah.
Orang-orang yang murka semacam ini tidak akan mendapatkan ganjaran dari musibah yang menimpanya, tidak terselamatkan dari musibah bahkan akan mendapatkan dosa. Orang semacam ini menjadi tertimpa dua musibah (kerugian) di dunia yaitu dengan kemurkaannya dan musibah yang menyakiti dia sendiri. Dalam hadits disebutkan mengenai orang yang melakukan kelakukan tidak sabar dengan merusak diri, yaitu hadits dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّة
“Tidak termasuk golongan kami siapa saja yang menampar pipi (wajah), merobek saku, dan melakukan amalan Jahiliyah.” (HR. Bukhari no. 1294 dan Muslim no. 103).
Perbuatan tersebut termasuk niyahah dan ancamannya berat. Niyahah termasuk larangan bahkan dosa besar karena diancam dengan hukuman (siksaan) di akhirat kelak. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Malik Al Asy’ari radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
« أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِى مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِى الأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِى الأَنْسَابِ وَالاِسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ ». وَقَالَ النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
“Empat hal yang terdapat pada umatku yang termasuk perbuatan jahiliyah yang susah untuk ditinggalkan: (1) membangga-banggakan kebesaran leluhur, (2) mencela keturunan, (3) mengaitkan turunnya hujan kepada bintang tertentu, dan (4) meratapi mayit (niyahah)”. Lalu beliau bersabda, “Orang yang melakukan niyahah bila mati sebelum ia bertaubat, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dan ia dikenakan pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga, serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal” (HR. Muslim no. 934).
Keadaan kedua adalah sabar dengan menahan diri terhadap musibah yang dihadapi. Keadaan kedua ini adalah dia merasa benci dengan musibah dan tidak pula menyukai kejadian seperti itu terjadi tetapi dia menahan diri dengan tidak menggerutu dengan lisannya yang bisa membuat Allah murka padanya, dia juga tidak marah sehingga memukul-mukul anggota badannya, dia juga tidak menggerutu dalam hatinya.
Keadaan ketiga adalah ridha terhadap musibah. Yaitu seseorang merasa lapang hatinya dengan musibah yang menimpa, dia betul-betul ridha dan seakan-akan dia tidak mendapatkan musibah. Hukum sabar adalah wajib dan ridha adalah mustahab (dianjurkan).
Keadaan keempat adalah bersyukur kepada Allah atas musibah yang menimpa. Keadaan seperi inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat (mendapatkan) sesuatu yang dia sukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
‘[Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat] Segala puji hanya milik Allahyang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna.’ Dan ketika beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
‘[Alhamdulillah ala kulli hal] Segala puji hanya milik Allah atas setiap keadaan’.” (HR. Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Keadaan terakhir inilah tingkatan tertinggi dalam mengahadapi musibah yaitu seseorang malah mensyukuri musibah yang menimpa dirinya. Keadaan seperti inilah yang didapati pada hamba Allah yang selalu bersyukur kepada-Nya, dia melihat bahwa di balik musibah dunia yang menimpanya ada lagi musibah yang lebih besar yaitu musibah agama. Dan ingatlah musibah agama tentu saja lebih berat daripada musibah dunia karena azab (siksaan) di dunia tentu saja masih lebih ringan dibandingkan siksaan di akhirat nanti. Karena musibah dapat menghapuskan dosa, maka orang semacam ini bersyukur kepada Allah karena dia telah mendapatkan tambahan kebaikan.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah rasa capek, rasa sakit (yang terus menerus), kekhawatian, rasa sedih, bahaya, kesusahan menimpa seorang muslim sampai duri yang menusuknya kecuali Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan musibah tersebut.” (HR. Bukhari no. 5641)
Sabar di Awal Musibah
Sabar yang menjadikan seseorang mendapatkan ganjaran pahala adalah sabar ketika di awal musibah dan inilah sabar yang benar. Adapun sabar sesudahnya adalah cuma sekedar hiburan. Perhatikanlah hadits berikut.
Dari Anas bin Malik beliau berkata,
مَرَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِامْرَأَةٍ تَبْكِى عِنْدَ قَبْرٍ فَقَالَ « اتَّقِى اللَّهَ وَاصْبِرِى » . قَالَتْ إِلَيْكَ عَنِّى ، فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِى ، وَلَمْ تَعْرِفْهُ . فَقِيلَ لَهَا إِنَّهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – . فَأَتَتْ بَابَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ فَقَالَتْ لَمْ أَعْرِفْكَ . فَقَالَ « إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى »
”Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kuburan. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Bertakwalah pada Allah dan bersabarlah.” Kemudian wanita itu berkata,”Menjauhlah dariku. Sesungguhnya engkau belum pernah merasakan musibahku dan belum mengetahuinya.” Kemudian ada yang mengatakan pada wanita itu bahwa orang tersebut adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian wanita tersebut mendatangi pintu (rumah) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia tidak mendapati seorang yang menghalangi dia masuk pada rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian wanita ini berkata,”Aku belum mengenalmu.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Sesungguhnya namanya sabar adalah ketika di awal musibah.” (HR. Bukhari no. 1283)
Musibah itu Tanda Allah Cinta
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya balasan terbesar adalah dari ujian terberat. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka. Barangsiapa ridho, maka Allah pun ridho. Dan barangsiapa murka, maka baginya murka Allah.” (HR. Tirmidzi, beliau katakana hadits ini hasan ghorib)

Berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ini memang amat berat, bagai mereka yang memegang bara api.

Mereka yang Memegang Bara Api


Berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ini memang amat berat, bagai mereka yang memegang bara api.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi bahwa di zaman tersebut, orang yang berpegang teguh dengan agama hingga meninggalkan dunianya, ujian dan kesabarannya begitu berat. Ibaratnya seperti seseorang yang memegang bara (nyala) api.
Ath Thibiy berkata bahwa maknanya adalah sebagaimana seseorang tidak mampu menggenggam bara api karena tangannya bisa terbakar sama halnya dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Islam saat ini, ia sampai tak kuat ketika ingin berpegang teguh dengan agamanya. Hal itu lantaran banyaknya maksiat di sekelilingnya, pelaku maksiat pun begitu banyak, kefasikan pun semakin tersebar luas, juga iman pun semakin lemah.
Sedangkan Al Qari mengatakan bahwa sebagaimana seseorang tidaklah mungkin menggenggam bara api melainkan dengan memiliki kesabaran yang ekstra dan kesulitan yang luar biasa. Begitu pula dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di zaman ini butuh kesabaran yang ekstra.
Itulah gambaran orang yang konsekuen dengan ajaran Islam saat ini, yang ingin terus menjalankan ibadah sesuai sunnah Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, begitu sulitnya dan begitu beratnya. Kadang cacian yang mesti diterima. Kadang dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Kadang jadi bahan omongan yang tidak enak. Sampai-sampai ada yang nyawanya dan keluarganya terancam. Demikianlah resikonya. Namun nantikan balasannya di sisi Allah yang luar biasa andai mau bersabar.
Ingatlah janji Allah,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10).
Sebagaimana disebut dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, Al Auza’i menyatakan bahwa pahala mereka tak bisa ditimbang dan tak bisa ditakar. Itulah karena saking banyaknya.
Ibnu Juraij menyatakan bahwa pahala mereka tak bisa terhitung (tak terhingga), juga ditambah setelah itu.
Sedangkan As Sudi menyatakan bahwa balasan orang yang bersabar adalah surga.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

1 Hari di Akhirat sama dengan 1000 Tahun di Dunia

1 Hari Akhirat = 1000 Tahun di Dunia
Satu hari di akhirat sama dengan seribu hari di dunia. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan,
وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
“Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al Hajj: 47). Oleh karenanya, setengah hari di akhirat sama dengan 500 tahun di dunia.
Adapun firman Allah Ta’ala,
فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun” (QS. Al Ma’arij: 4). Ayat ini menunjukkan pengkhususan dari maksud umum yang sebelumnya disebutkan atau dipahami bahwa waktu tersebut begitu lama bagi orang-orang kafir. Itulah kesulitan yang dihadapi orang-orang kafir,
فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (9) عَلَى الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ (10)
“Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.” (QS. Al Mudatsir: 8-10).

Cari Blog Ini

Wikipedia

Hasil penelusuran